Powered By Blogger

Kamis, 04 Desember 2014

Analisis Kasus Perdata Sengketa Hak Milik

1.    Pembahasan
1.1. Pengertian Hak Milik
Hak milik adalah hak untuk menikmati sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan tidak menganggu hak orang lain(pasal 570 KUHper). Pengertian hak milik dalam pasal 570 itu masih dalam arti luas dari benda, yang dapat menjadi objek hak milik, tidak hanya benda tidak bergerak tetapi juga benda bergerak, lain halnya dengan rumusan yang tercantum dalam pasal 20 UU nomor 5 tahun 1960, dimana dalam rumusannya itu hanya mengenai benda tidak bergerak, khususnya atas tanah. Yang berbunyi: “hak milik adalah turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan yang tercantum dalam pasal 6 UUPA”. Hak kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh atas suatu benda (berwujud dan tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak).
Sifat terkuat dan terpenuh ini memberikan kepada pemilik untuk :
1)      Mengasingkan (menyerahkan) selama-lamanya hak miliknya kepada pihak lain.
2)      Menyerahakan untuk sementara (jus in re alina)
3)      Meletakkan sebagai jaminan.
4)      Mempertahankan terhadap setiap gangguan.
5)      Mengadakan gugatan (aksi) pada pihak yang merugikannya (revindicatie)
Dari ketentuan pasal 570 KUHper dapat diuraikan pengertian sebagai berikut:
a)      Hak milik adalah hak paling utama, karena pemilik dapat menikmati sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya.
b)      Dapat menikmati sepenuhnya, artinya pemilik dapat memanfaatkan semaksimal mungkin , dan dapat memetik hasil sebanyak-banyaknya.
c)      Dapat menguasai sebebas-bebasnya artinya pemilik dapat melakukan perbuatan apa saja tanpa batas terhadap benda miliknya itu, misalnya memelihara sebaik-baiknya, membebani dengan hak-hak kebendaan dan memindah tanggankan.
d)      Hak milik tidak dapat diganggu gugat, baik oleh orang lain maupun oleh penguas, kecuali dengan syarat-syarat dan menurut ketentuan UU.
e)      Tidak dapat di gugat, hendaklah diartikan sejauh untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya secara wajar, dengan memperhatikan kepentingan orang lain (kepentingan umum)[1].
Pengunaan dan penegasan hak milik dibatasi oleh kepentingan orang lain, bagaimanapun juga menurut system hukum Indonesia, hak milik memiliki fondasi sosial, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan hak milik, harus me,perhatikan 4 hal berikut ini:
1.      Ketentuan hukum yang berlaku, seperti UU gangguan, UU nomor 5 Tahun 1960, UU pencabutan hak atas tanah.
2.      Ketertiban umum.
3.      Hak-hak orang lain, seperti hak jasa pekarangan, hak guna usaha, hipotek dan lain-lain.
4.      Fungsi sosial.
1.2. Ciri-ciri Hak Milik
a). Hak Utama
Hak milik adalah hak utama, induk dari semua hak kebendaan, Soeten Malikul Adil (1962:17), menyebut hak milik itu sebagai hak pangkal (original rech), karena dengan adanya hak ini, maka dapat terjadi hak lain. Tanpa ada hak milik terlebih dahulu tidak mungkin ada hak kebendaan yang diatas sesuatu benda, hak milik tidak terdapat sedangkan hak-hak kebendaan lain terbatas, hak milik itu tidak terbatas penggunaanya oleh pemiliknya.
b).  Utuh dan Lengkap
Hak milik secara utuh dan lengkap melekat diatas benda hak milik sebgai satu kesatuan , hak milik yang melekat pada rumah itu sebagai keseluruhannya, tidak ada hak milik atas semua kamar saja dalam suatu rumah, dengan demikian tidak mungkin dilakukan pemindah tangganan atas sebuah kamar kepada pihak lain sebagai hak milik, tidak mungkin ada hak milik di dalam hak milik.
c) Tetap. Tidak Lengkap
Hak milik sifatnya tetap, tidak lengkap oleh hak kebendaan lain . hak milik adalah hak utama, induk, pangkal, tidak mungkin lengkap oleh hak-hak kebadaan lain. Hak milik  hanya lenyap apabila berpindah tangan kepada orang yang berhak menguasai setelah tenggang waktu tertenggang waktu tertentu, sebaiknya hak kebendaan lain dapat lenyap apabila menghadapi hak milik.[2]
Pendapat lain menyatakan ada 4 ciri hak milik berdasarkan pasal 570 KUHper yaitu:
1)      Berhak menikmati adapt yang akan diatur dengan peraturan pemerintahan.
2)      Penetapan  pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan peraturan.
3)      Tidak mengganggu hak orang lain (hinder), jika perlu dicabut untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti rugi.
4)      Tidak menyalah gunakan hak dalam pelaksanaannya (misbruik van staft recth).[3]
1.3. Cara Memperoleh Hak Milik
            Cara untuk memperoleh hak milik yang dijelaskan dalam UUPA pasal 22,26 yaitu sebagai berikut:
1.      Menurut hukum adat yang akan diatur dengan peraturan pemerintah
2.      Penetapan pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
3.      Ketentuan undang-undang.
Seluruh cara penyerahan hak milik harus dengan memenuhi syarat pengawasan oleh pemerintah, sedangkan menurut pasal 584 KUHper ditentukan lima cara untuk memperoleh hak milik sebagai berikut:
1.      Pengakuan (toeeigenieng) yaitu memperoleh hak milik atas benda-benda yang tidak ada pemiliknya, (Res Nullius). Res Nullius hanya atas benda yang bergerak misalnya memburu rusa di hutan, memancing ikan laut di laut, dan lain-lain.
2.      Perlekatan (Nat Rekking) yaitu suatu cara untuk memperoleh hak milik dimana benda itu tambah besar atau berlipat ganda karena alam. Contoh: tanah bertambah besar akibat gempa bumi, kuda beranak, pohon berbuah, dan lain-lain.
3.      Daluarsa (verjaring) yaitu suatu cara untuk memperoleh hak milik atau membebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang telah ditentukan dalam UU tahun 1945 KUHper, ada dua macam daluarsa:
a.       Acquisitieve verjaring adalah suatu cara memperoleh hak milik karena lewatnya waktu.
b.      Extinctieve verjaring adalah membebaskan seseorang dari satu penagihan atau penuntutan hukum karena daluarsa atau lewat waktu.
Ada 4 syarat daluarsa:
a)      Bezitter sebagai pemilik
b)      Bezit itu harus denagn jujur (itikad baik)
c)      Bezit harus terus menerus dan tidak terputus
d)      Bezit itu telah berusia 20 tahun atau 30 tahun (Tahun 1963 KUHper)
4.      Pewarisan yaitu suatu proses peralihan hak milik tau warisan dari pewaris pada ahli warisnya. Pewaris dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu karena UU dan wasiat.
5.      Penyerahan yaitu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak milik pada pihak yang lainnya.[4]
Hoge raad berpendapat bahwa cara-cara memperoleh hak milik tersebut tidak lengkap dan tidak terlalu sistematis. Dikatakan tidak lengkap karena di dalam pasal 584 KUHper tidak disebutkan cara-cara lain, padahal cara memperoleh hak memperoleh hak milik tidak hanya ada pada kelima cara itu, tetapi juga dikenal cara-cara lain, seperti pencabutan hak, pembebasan hak, hibah, wasiat dan pencampuran harta kekayaan pada saat bersamaan, dikatakan tidak terlalu sistematis, karena segala jenis perolehan hak milik terdapat campur aduk, terutama pada nomor d dan e, seharusnya yang lebih dahulu adalah nomor e, baru kemudian karena warisan.
1.4.      Batasan Hak Milik
Dari ketentuan-ketentuan pasal 570 KUHper dapat diketahui pembatasan-pembatasan penggunaan hak milik antara lain:
a.       Tidak bertentangan dengan UU
Penggunaan hak milik dibatasi oleh undang-undang artinya harus tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan umum yang berlaku. Dan perakteknya pengertian bertentangan dengan undang-undang telah diperluas menjadi bertentangan dengan hukum, dengan demikian segala perbuatan penggunaan hak milik yang bukan saja bertentangan dengan undang-undang melainkan juga bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum pun dapat dilarang, misalnya penggunaan rumah sebagai tempat pelacuran, perdaganggan minuman keras, perdaganggan narkoba, pusat perjudian.
b.      Tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain
Penggunaan hak milik tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap orang lain dan hak-hak orang. Misalnya pemilik pabrik yang membuang limba pabriknya kesungai, sehingga menganggu kesehatan dan kebersihan masyarakat sekitanya.
Kerugian akibat gangguan (hinder) dapat digiugat melalui pasal 1365 KUHper tentang onrechtmatinge daad (perbuatan melawan hukum)
c.       Penyalah gunaan hak (misbruik van recht)
Berbuat semaunya termasuk menyakah gunakan hak itu, penggunaan hak milik itu dibatasi oleh kepentingan orang lain, penggunaan hak milik harus secara wajar. Walaupun orang mempunyai hak milik, tidaklah berarti ia boleh berbuat seenaknya, penyalahgunaan hak adalah menggunakan hak milik sedemikian rupa sehingga kerugian orang lain lebih besar jika dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh akibat dari penngunaan hak tersebut.
d.      Pembatasan oleh hukum tetangga
Hukum tetangga adalah hukum yang membatasi kebebasan seseorang dalam penggunaan dan penguasaan hak miliknya, atau juga dapat disebut suatu hukum yang mengatur hak dan kewajiban orang yang hidup bertetangga, yang mana penggunaan dan pengguasaan hak milik bersama, konsep ini sesuai dengan ketentuan pasal 6 UUP no 5 Tahun 1960, bahwa hak milik mempunyai fungsi sosial.
e.       Pencabutan hak untuk kepentingan umum
Adakalnya hak milik dicabut dari pemiliknya apabila kepentingan umum menghendakinya, tetapi pencabutan itu harus dengan alasan, prosedurdan anti kerugian yang layak menurut undang-undang. Pemerintah tidak boleh menurut semaunya saja mencabut hak orang, walaupun dengan alasan hak milik mempunyai fungsi sosial.
Batasan dalam UUPA menunjukkan bahwa hak milik bukanlah merupakan lambing kekuasaan yang tidak terbtas atau hak asasi yang tidak terbatas, akn tetapi dibatasi oleh kepentingan umum yang diungkapkan oleh hukum public.
1.5.      Hak Milik Bersama
Hak milik bersama dapat terjadi karena perjanjian atau Karena undang-undang, dikatakan hak milik bersama (medeeigendom) karena terdapat beberapa orang pemilik atas suatu benda yang sama, setiap pemilik peserta memiliki bagian yang tidak dapat dipisahka dari benda itu, pemilikan bersama itu bisa berupa:
a.       Pemilikan terhadap benda tertentu, seperti rumah susun.
b.      Terhadap seluruh aktiva (piutang), dan pasiva (utang seperti harta perkawinan), warisan.
Menurut ketentuan pasal 573 berbunyi “pembagian benda yang menjadi milik lebih dari satu orang harus dilakukan menurut aturan-aturan mengenai pemisahan dan pembagian harta peninggalan diatur dalam pasal 1066 sampai dengan  1125 bab 17 buku 11 KUHper mengenai hak milik bersama dengan warisan”.  Hak milik bersama ada dua macam:
1)      Hak milik bersama yang bebas
Hak milik ini terjadi karena perjanjian antara berapa pemilik bersama atas suatu benda, para pemilik bersama dapat meminta pemisahan dan pembagian terhadap benda bersama itu. Setiap pemiliki bersama memiliki bagian sebagi harta kekayaan yang berdiri sendiridan berhak menguasai bagiannya itu dan berbuat apa saja tehadap bendanya, tanpa perlu izin dari pemilik  bersama lainnya.
2)      Hak milik bersama terikat
Hak milik ini terjadi karena ketentuan dan sebagai akibat hubungan hukum yang sudah ada lebih dahulu, dalam hak milik bersanma yang terikat terhadap kesatuan mengenai benda bersama dan pembagian tidak mungkin dilakukan, tipa pemilik bersama tidak dimungkinkan berbuat apa saja tanpa izin dari pemilik bersama lainnya.


2. Kronologi Kasus
Kasus ini diunduh pada tanggal 20 Desember di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Ali melalui website http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/2dfeb75eb8059a61457704f082b9f9bc         Penggugat mempunyai sebidang tanah pekarangan dengan status Hak Milik seluas 2.455 M2 atas nama ASRI SUMARDJONO (Ibu Penggugat) yang terletak di Jl.Timoho No.30 RT.81 RW.19 Baciro Gondokusuman, Yogyakarta sebagaimana tersebut dalam daftar Sertifikat Tanah Hak Milik No.01583/Baciro, Surat Ukur No.1 Tanggal 14-01-1998 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada tanggal 14 Januari 1998 No.Sertifikat 13.05.03.04.1.91583; Tanah Pekarangan milik Penggugat tersebut diatas, diatasnya berdiri 3 (tiga) Bangunan rumah milik Penggugat yang terpisah, yakni Bangunan I seluas kurang lebih 150 M2, Bangunan II seluas 20 M2 dan Bangunan III seluas 100 M2, yang ketiga bangunan milik Penggugat tersebut terletak pada sisi bagian barat dari posisi tanah Pekarangan milik Penggugat tersebut, dan bangunan-bangunan tersebut saat ini ditempati oleh Penggugat.
Pada tahun 2007, Tergugat I mendatangi Penggugat dengan maksud untuk bekerja sama membuat usaha dan mendirikan Rumah Toko (Ruko) yang rencananya akan dibangun Ruko diatas tanah milik Penggugat tersebut diatas (posita No.1 diatas) pada bagian depan/sisi timur dari tanah milik Penggugat, dengan rencana kesepakatan pada waktu itu, Tergugat I akan membangunkan ruko kemudian disewakan kepada pihak ketiga dengan pembagian keuntungan, Penggugat mendapatkan 20% dari harga sewa selama 10 tahun, setelah jangka waktu 10 tahun bangunan Ruko tersebut menjadi hak milik Penggugat dan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) adalah tanggung jawab Pihak Tergugat I.
Sebelum rencana kesepakatan itu dituangkan dalam Akta Kesepakatan, ternyata oleh Tergugat I tanpa ijin Penggugat pada tahun 2007 tersebut serta-merta memulai pembangunan Bangunan Ruko dimaksud dan hanya berselang sekitar 3 (tiga) bulan bangunan Ruko telah selesai dan Tergugat I menyatakan kesanggupannya untuk segera menguruskan proses Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) pada Pemerintah kota Yogyakarta berdasarkan kesanggupan dan kesepakatan bersama bahwa Tergugat I akan bertanggung jawab untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMBB).
Pada waktu itu masih dalam tahun 2007 dengan adanya kekhawatiran dari Penggugatt akan timbul permasalahan dikemudian hari, maka Penggugat menawarkan kepada Tergugat I untuk dibuatkan secara formal Akta Perjanjian Kerja Sama melalui Notaris, sehingga disepakati membuat Akta Perjanjian Kerjasama melalui Notaris yang ditunjuk yakni Notaris Tri Agus Heryono, SH, ternyata setelah konsep Perjanjian Kerjasama itu sudah selesai didraf, tinggal akan dilakukan penandatanganan Perjanjian, dengan Itikad Tidak Baik dari Tergugat I sampai saat ini Surat Perjanjian Kerjasama tersebut belum ditandatangani dan difinalkan oleh Tergugat I, padahal pada waktu itu Bangunan Ruko sudah jadi, malahan oleh Tergugat I telah Menyewakan kepada Tergugat III dan Tergugat IV; Bangunan Ruko tersebut menjadi 3 (tiga) bagian bangunan yang masing-masing bagian dengan ukuran dan luas kurang lebih 27 M2 yang luas keseluruhan Bangunan Ruko tersebut seluas 81 M2, setelah Penggugat mengetahui bahwa dari ketiga bagian bangunan Ruko tersebut telah disewakan kepada pihak Tergugat III dan Tergugat IV, maka Penggugat mendesak kepada Tergugat I untuk segera mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) dimaksud dan segera memformalkan kesepakatan Kerjasama tersebut melalui Notaris, ternyata oleh Tergugat I mengatakan pada waktu itu bahwa yang membuka usaha itu adalah anaknnya yang bernama Windarto (Tergugat II) sehingga meminta tanda tangan Penggugat dalam rangka pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) pada Pemerintah Kota Yogyakarta.
Pada tahun 2008, Penggugat baru mengetahui bahwa Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) yang dimohonkan oleh Tergugat II yakni anak dari Tergugat I Ditolak oleh Pemerintah Kota Yogyakarta berdasarkan Surat Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor: 640/7949 tanggal 6 September 2007 dengan dasar alasan bahwa diatas bangunan berdiri didalam Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau melanggar 100%, sehingga Permohonan IMBB tidak dapat diproses/ditolak. Setelah Penggugat mengetahui ditolaknya Permohonan IMBB tersebut, Penggugat mendesak kepada Para Tergugat-I dan II untuk Segera Membongkar Bangunan Ruko Tersebut, namun Tergugat-I dan II tidak mau membongkarnya, malahan terus menerus menyewakan ruko tersebut yang dibangun diatas tanah milik Penggugat, maka Penggugat berusaha membuat surat kepada Pemerintah Kota Yogyakarta agar melalui Pemerintah Kota Yogyakarta yang membongkar paksa bangunan ruko tersebut, berdasarkan Surat Penggugat berturut-turut tertanggal 12 Maret 2008, tanggal 15 Desember 2008, tanggal 27 Mei 2010 dan tanggal 3 September 2010, malahan telah berulangkali difasilitasi oleh Pemerintah Kelurahan Baciro untuk menyelesaikan kasus ini, namun oleh para Tergugat-I dan II sampai saat ini Tidak Mau Untuk Membongkar Bangunan Ruko tersebut.
Disamping Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk membongkar bangunan Ruko tersebut, juga Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk menutup/menyegel bangunan ruko tersebut dan atau tidak ada bentuk usaha apapun yang dilakukan oleh pihak manapun sebelum adanya Putusan Akhir atas Gugatan ini, guna menghindari kerugian yang lebih banyak lagi yang diderita oleh Penggugat, Hingga Penggugat memanggil Para Tergugat-I dan II melalui Kuasa Hukum Penggugat, yakni pada tanggal 28 Februari 2011 untuk mencari solusi penyelesaian perkara ini, namun Tergugat I dan Tergugat II Tidak Hadir dan Sampai Saat Ini Para Tergugat I dan Tergugat II Belum Membongkar Bangunan Ruko Tersebut, malahan terus-terusan menyewakan Bangunan Ruko tersebut kepada Pihak Tergugat III dan Tergugat IV, sehingga Penggugat Sangat Dirugikan atas Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II karena Tanpa Hak Dan Melawan Hukum telah mengambil keuntungan dari Sewa Bangunan Ruko tersebut yang didirikan diatas Tanah Milik Penggugat Tanpa Hak dan Melawan Hukum.
Disamping Para Tergugat-I dan II menguasai Tanah milik Penggugat secara melawan Hukum dan Tanpa Hak, juga Para Tergugat-I dan II telah wanprestasi atas kesanggupannya guna mengurus IMBB dan telah Beritikad Tidak Baik tidak berkehendak untuk membuat kesepakatan Perjanjian Kerjasama, padahal dapat diketahui bahwa sejak tahun 2007 sampai gugatan ini didaftarkan kepada Pengadilan, para Tergugat-I dan II telah mengambil keuntungan atas sewa bangunan ruko tersebut dari Tergugat-III dan IV, sehingga Penggugat dirugikan secara meteriil dan immaterial; sehubungan dengan Pembangunan Bangunan Ruko tersebut yang dilakukan oleh Para Tergugat-I dan II diatas Tanah Milik Penggugat Melawan Hukum dan Tanpa Hak, maka dihukum kepada Para Tergugat-I dan II untuk membongkar dan Mengosongkan Bangunan diatas tanah milik Penggugat tersebut, jika perlu dengan bantuan Pihak Aparat Kepolisian; sehubungan dengan Penguasaan Tanah milik Penggugat itu dilakukan oleh Tergugat-I dan II secara Melawan Hukum dan Tanpa Hak, maka hubungan hukum dalam bentuk sewa-menyewa antara para Tergugat-I dan II dengan pihak Tergugat III dan IV, dinyatakan TIDAK SAH, karena pihak yang menyewakan yang dalam hal ini Para Tergugat-I dan II adalah pihak yang tidak berhak dan pihak yang beretikad tidak baik. Sehingga Para Tergugat-III dan IV dihukum harus mengosongkan dan pindah dari Tanah millik Penggugat tersebut; sehubungan Tergugat-I dan II telah menguasai Tanah Milik Penggugat tersebut secara melawan hukum dan tanpa hak sejak Tahun 2007.

3. Analisis Kasus
Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tergugat I melakukan pelanggaran menggunakan tanah yang bukan hak miliknya, beritikad tidak baik dengan menolak penandatanganan akta perjanjian di notaris dan melakukan wanprestasi.
            Menggunakan tanah yang bukan hak miliknya dalah pelanggaran hukum, maka Tergugat I dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Berdasarkan pasal 579 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap-tiap pemegang kedudukan berkuasa dengan itikad buruk, berkewajiban sebagai berikut :
1.    Dalam mengembalikan kebendaan itu kepada si pemilik, ia harus mengembalikan pula   segala hasil kebendaan, bahkan hasil-hasil itulah diantaranya, yang mana kendati sebenarnya tidak dinikmati olehnya, namun yang sedianya dapatlah si pemilik menikmatinya.
2.      Ia harus mengganti segala biaya, rugi dan bunga.
Wanprestasi, sebagaimana dikatakan Subekti, berarti kelalaian atau kealpaan seorang debitur, kelalaian itu berupa :
1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
2.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimna yang dijanjikan.
3.      Melakukan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat.
4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjin tidak boleh dilakukannya.
Dalam kasus Tergugat I, wanprestasi yang dilakukannya sesuai dengan pernyataan pertama diatas itu tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, dengan tidak memenuhi kesanggupannya mengurus Izin mendirikan bangunan (IMBB).
Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut :
1.      Debitur diwajibkan membayar kerugian yang diderita kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata).
2.      Apabila perikatan itu timbale balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim (pasal 1266 KUHPerdata).
3.      Dalam perikatan untuk meberikan sesuatu, resiko beralih pada debitur sejak terjadi wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata).
4.      Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembayaran disertai pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 KUHPerdata).
5.      Debitur wajib membayar biaya perkara jika perkara diperkarakan di muka pengadilan.



[1] Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. 2000, Bandung, hal. 144
[2] Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. 2000, Bandung, hal. 151
[3] Mariam Darus Badrudaman, Mencari Sumber Hukum Benda Nasional, hal. 46
[4] Sudikno Merto, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), hal. 103

7 komentar:

  1. mas,,kasus ini kapan mas analis?
    dosen pembimbing mas siapa dosen hukum perdata>?

    BalasHapus
  2. Kak, itu putusan kasusnya apa ya? Yg menang pihak tergugat atau penggugat? Saya buka website yg tercantum tidak bisa.. mohon dijawab. Terima kasih.

    BalasHapus
  3. yg menang pihak penggugat......

    BalasHapus
  4. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS, BERKAT BANTUAN BPK PRIM HARYADI SH. MH BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI JUGA.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A , dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk PRIM HARYADI SH.MH Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk prim haryadi SH. MH beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk DR Prim Haryadi SH.MH 📞 0853-2174-0123. Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk prim haryadi semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus
  5. selamat pagi,mba/mas. saya izin ya, copy dan paste untuk tugas sekolah, mbak/mas. terimakasih sebelumnya🤗

    BalasHapus