Powered By Blogger

Kamis, 04 Desember 2014

Hukum Perdata : Waris dalam BW

HUKUM WARIS BW

A.    Pendahuluan
Beberapa macam asas dan dasar hukum waris BW yang berpengaruh terhadap pembagian warisan. Dengan mengenal dan memahami makna hakiki dari asas-asas dan dasar-dasar tersebut, pembagian harta warisan kepada ahli waris yang berhak besar kemungkinan akan mencapai hasil yang adil. Seperti yang diketahui bahwa hukum waris BW termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termsuk dalam bidang hukum perdata memiliki kesamaan sifat dasar, anatara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk hukum waris BW, meskipun letaknya dalam bidang hukum perdata, tetapi ternyata didalamnya terdapat unsur paksaan.
Unsur paksaan dalam hukum waris BW misalnya ketentuan yang memberikan hak mutlak kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan atau ketentuan yang melarang pewaris sewaktu hidupnya untuk membuat ketetapan terhadap sejumlah tertentu dari hartanya.Jika si pewaris sewaktu hidupnya telah membuat ketetapan seperti menghibahkan sejumlah tertentu dari hartanya yang dilarang untuk itu, maka penerimaan hibah mempunyai kewajiaban hukum mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya tersebut kedalam harta warisan guna memenuhi hak mutlak ahli waris yang mempunyai hak mutlak.
Beda antara unsur paksaan dalam hukum waris BW khususnya dengan unsur paksaan  pada hukum yang bersifat memaksa seperti hukum pidana, bahwa pelanggaran terhadap unsur paksaan dalam hukum waris BW tidak berakibat pidana, melainkan hanya berupa konsekuensi saja sebagaimana contoh diatas. Oleh karenanya, meskipun didalam hukum waris BW terdapat unsur paksaan seperti dalam hukum pidana, namun posisi hukum waris BW sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur tidak terpengaruh. Konsekuensi dari hukum waris BW sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, maka apa saja yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya dikala ia masih hidup adalah kewenangannya. Namun jika pelaksanaan kewenagan itu melampaui batas yang diperkenankan, maka akan nada resiko dikemudian hari setelah ia meninggal dunia.

B. Pengertian Hukum Waris
Menurut K.U.H Perdata bahwa hukum waris adalah hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang mengatur tentang apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih pada orang lain yang masih hidup.
Vollmar berpendapat bahwa hokum waris dalah perpindahan dari sebuah harta, kekayaan seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang yang mewariskan kepada pewarisnya (Vollmar, 1986: 373).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa “Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”.
Menurut pasal 833 ayat I KUH Perdata bahwa yang dapat diwariskan atau obyek kewarisan adalah segala barang yang dimiliki si pewaris, segala hak dan segala kewajiban dari si pewaris. Adapun unsur-unsur waris sebagai berikut:
1.      Kaidah hukum
2.      Pemindahan harta kekayaan pewaris
3.      Ahli waris
4.      Bagian yang diterima
5.      Hubungan ahli waris dengan pihak keluarga
Hukum waris dapat dibedakan menjadi dua:
1.      Hukum waris tertulis : kaidah-kaidah hokum yang terdapat dan perundang-undangan dan jurisprudensi.
2.      Hukum waris adat : hokum waris yang timbul dan hidup dalam masyarakat adat.
C. Dasar-dasar Hukum Kewarisan
            Hokum waris yang telah diatur dalam buku II KUH Perdata sebanyak 300 pasal dari 830-1130. Mengenai hokum waris juga diatur dalam inpres No.1 tahun 1991.
Hokum waris diatur dalam buku II tentang benda, khususnya dalam:
Titel XII          : Tentang Kewarisan Karena Kematian
Titel XIII         : Tentang surat wasiat
Titel XIV         : Tentang pelaksanaan wasiat dan pengurusan harta warisan
Titel XV          : Tentang hak pemikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran nama         harta peninggalan
Titel XVI        : Tenteng menerima dan menolak warisan
Titel XVII       : Tentang pemisahan harta peninggalan
Titel XVIII     : Tentang harta peninggalan tak terurus

D. Ahli Waris
Dalam ketentuan BW ditetapkan orang-orang yang berhak mendapatkan harta warisan atau yang disebut sebagai hak mutlak ( legitieme portie )  yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan harta warisan. Seseorang yang berhak atas suatu legitieme portie dinamakan “ legitimaris “.
Undang-undang telah menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris, yaitu: Isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari pewaris. Ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan, yaitu:
a)      Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan / atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan / hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami / isteri tidak saling mewarisi; Bagian golongan pertama yang meliputi anggota keluarga dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak-anak beserta keturunan mereka, dan janda atau duda yang hidup paling lama, masing-masing memperoleh satu bagian yang sama. Jadi bila terdapat empat orang anak dan janda, mereka masing-masing mendapat 1/5 bagian. Apabila salah seorang anak telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris akan tetapi mempunyai empat orang anak, yaitu cucu pewaris, maka bagian anak yang 1/5 dibagi di antara anak-anak yang menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal itu (plaatsvervulling), sehingga masing-masing cucu memperoleh 1/20 bagian. Jadi hakikat bagian dari golongan pertama ini, jika pewaris hanya meninggalkan seorang anak dan dua orang cucu, maka cucu tidak memperoleh warisan selama anak pewaris masih ada, baru apabila anak pewaris itu telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, kedudukannya digantikan oleh anakanaknya atau cucu pewaris.
b)      Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersamasama saudara pewaris; Bagian golongan kedua yang meliputi anggota keluarga dalam garis lurus ke atas yaitu orang tua, ayah dan ibu, serta saudara, baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunan mereka. Menurut ketentuan BW, baik ayah, ibu maupun sudara-saudara pewaris masing-masing mendapat bagian yang sama. Akan tetapi bagian ayah dan ibu senantiasa diistimewakan karena mereka tidak boleh kurang dari ¼ bagian dari seluruh harta warisan. Jadi apabila terdapat tiga orang saudara yang mewaris bersama-sama dengan ayah dan ibu, maka ayah dan ibu masing-masing akan memperoleh ¼ bagian dari seluruh harta warisan. Sedangkan separoh dari harta warisan itu akan diwarisi oleh tiga orang saudara, masing-masing dari mereka akan memperoleh 1/6 bagian. Jika ibu atau ayah salah seorang sudah meninggal dunia, yang hidup paling lama akan memperoleh bagian sebagai berikut:
- ½ (setengah) bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama dengan seorang saudaranya, baik lakilaki maupun perempuan, sama saja;
- 1/3 bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama-sama dengan dua orang saudara pewaris;
- ¼ (seperempat) bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama-sama dengan tiga orang atau lebih saudara pewaris.
Apabila ayah dan ibu semuanya sudah meninggal dunia, maka harta peninggalan seluruhnya jatuh pada saudara-saudara pewaris, sebagai ahli waris golongan dua yang masih ada. Apabila di antara saudara-saudara yang masih ada itu ternyata hanya ada yang seayah atau seibu saja dengan pewaris, maka harta warisan terlebih dahulu dibagi dua, bagian yang satu bagian saudara seibu. Jika pewaris mempunyai saudara seayah dan seibu di samping saudara kandung, maka bagian saudara kandung itu diperoleh dari dua bagian yang dipisahkan tadi.

c)      Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris; Bagian golongan ketiga yang meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris, apabila pewaris sama sekali tidak meninggalkan ahli waris golongan pertama maupun kedua. Dalam keadaan seperti ini sebelum harta warisan dibuka, terlebih dahulu harus dibagi dua (kloving). Selanjutnya separoh yang satu merupakan bagian sanak keluarga dari pancer ayah pewaris, dan bagian yang separohnya lagi merupakan bagian sanak keluarga dari pancer ibu pewaris. Bagian yang masing-masing separoh hasil dari kloving itu harus diberikan pada kakek pewaris untuk bagian dari pancer ayah, sedangkan untuk bagian dari pancer ibu harus diberikan kepada nenek.
d)      Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. Apabila dalam bagian pancer ibu sama sekali tidak ada ahli waris sampai derajat keenam, maka bagian pancer ibu jatuh kepada para ahli waris dari pancer ayah, demikian pula sebaliknya.
            Seandainya saja ke-4 golongan tersebut tidak ada ( jangka waktu untuk mengakui sebagai ahli waris adalah 3 tahun ), maka harta warisan jatuh pada Negara, dan dalam hal ini dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan. Dalam pasal 832 ayat (2) BW disebutkan: ”Apabila ahli waris yang berhak atas harta peninggalan sama sekali tidak ada, maka seluruh harta peninggalan jatuh menjadi milik negara. Selanjutnya negara wajib melunasi hutang-hutang peninggal warisan, sepanjang harta warisan itu mencukupi”. Yang dimaksud keturunannya disini adalah dapat merupakan anak-anak yang sah yang lahir dalam perkawianan maupun anak-anak yang tidak sah tetapi diakui yaitu anak-anak yang lahir diluar perkawinan tetapi diakui ( erkend natuurlijk).
Dalam pembagian warisan untuk golongan 1 dan golongan 2 dimungkinkan adanya ahli waris pengganti, yaitu ahli waris yang menggantikan tempat ahli waris yang sebenarnya karena telah meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris.
                        Menurut undang-undang ada tiga macam penggantian  (representatie) yaitu :   
1.     Penggantian dalam garis lurus ke bawah. Ini dapat terjadi dengan tiada batasnya. Tiap anak yang meninggal lebih dahulu digantikan oleh semua anak-anaknya.
2.     Penggantian dalam garis samping ( zijlinie ). Bahwa tiap saudara yang meninggal lebih dahulu maka kedudukannya digantikan oleh anak-anaknya. Ini juga dapat terjadi tiada batas.
3.     Penggatian dalam garis samping, dalam hal yang tampil ke muka sebagai ahli waris anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada seorang saudara, misalnya seorang paman atau keponakan. Disini ditetapkan bahwa saudara dari seorang yang tampil ke muka sebagai ahli waris itu meninggal lebih dahulu, dapat digantikan anak-anaknya.

E. Perihal Wasiat
            Surat wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Pada dasarnya suatu wasiat adalah keluar dari satu pihak saja ( eenzijdig ) dan setiap saat dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Pasal 874 BW telah menerangkan tentang arti wasiat bahwa isi wasiat itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Pembatasan penting disini adalah terletak dalam pasal legitieme portie yaitu bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak ahli waris dalam garis lencang dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
            Suatu wasiat dapat juga berisikan suatu “ legaat “ yaitu suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat berupa :
  1. Satu atau beberapa benda tertentu.
  2. Seluruh benda dari satu macam, misalnya seluruh benda bergerak.
  3. Hak “ vruchtgebruik “ atas sebagian atau seluruh warisan.
  4. Suatu hak lain boedel, misalnya hak untuk mengambil satu atau beberapa benda tertentu dari boedel.  
Yang berhak mendapatkan wasiat, yaitu :
  1. Orang yang patut menerima warisan.
  2. Ahli waris.
Yang berhak membuat surat wasiat, yaitu :
  1. Mereka yang sudah berumur 18 tahun ( dewasa ).
  2. Mereka yang sudah menikah walaupun belum berumur 18 tahun.
  3. Harus mempunyai pikiran yang sehat.
Orang yang belum dewasa atau belum dianggap dewasa, jika melakukan tindakan hukum maka akibat hukumnya adalah batal atau dapat dibatalkan. Orang yang pikirannya tidak sehat, jika membuat surat wasiat maka hukumnya tidak sah, dan tidak sahnya itu harus dibuktikan oleh hakim. Orang asing hanya diperkenankan membuat surat wasiat terbuka, dengan dasar hukumnya Stb. 1924 ; 556 ( Timur Asing bukan Tionghoa ).
Macam surat wasiat dibedakan menjadi 2, yaitu :
  1. Surat wasiat menurut bentuknya ( sesuai pasal 931 BW ). Dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1.      Surat wasiat olografis ( olographis testament ). Adalah surat wasiat yang seluruhnya ditulis tangan dan ditandatangani sendiri oleh si pewaris.
2.   Surat wasiat umum ( openbaar testament ). Adalah surat wasiat dengan akta umum yang harus dibuat di hadapan notaries dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. Pewaris menerangkan kepada notaries apa yang dikehendakinya dan notaries dengan kata-kata yang jelas harus menulis atau menyuruh menulis kehendak pewaris.
3.   Surat wasiat rahasia / tertutup. Adalah surat wasiat yang dibuat pewaris dengan tulisan sendiri atau ditulis orang lain, yang ditandatangani oleh si pewaris. Kemudian surat wasiat / sampul yang berisi surat wasiat ini harus ditutup dan disegel dan diserahkan kepada notaries dengan dihadiri oleh 4 orang saksi.
  1. Surat wasiat menurut isinya. Dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1.      Surat wasiat pengangkatan waris ( pasal 954 BW ). Adalah surat wasiat yang berisi bahwa si pewaris memberikan kepada seseorang atau lebih seluruh atau sebagian dari harta kekayaannya jika ia meninggal dunia.
2.   Surat wasiat hibah ( pasal 957 BW ). Adalah surat wasiat yang memuat ketetapan-ketetapan khusus, dengan mana si pewaris memberikan kepada seseorang atau lebih, yaitu :
     
1. Satu atau beberapa benda tertentu, atau ;
      2. Seluruh benda dari satu jenis tertentu, atau ;
3. Hak memungut hasil dari seluruh atau sebagain harta   peninggalan.
Ada juga wasiat yang dibuat dengan akta di bawah tangan yang disebut dengan nama “ codicil “ yaitu akta di bawah tangan yang dibuat si pewaris tentang hal-hal yang termasuk dalam pembagian warisan. Jadi bukan mengenai harta kekayaan, tetapi berisi antara lain :
  1. Pengangkatan pelaksana waris ( executeur testamentair ).
  2. Penyelenggaraan penguburan.
  3. Penghibahan pakaian, meubel tertentu, perhiasan tertentu.
  4. Penunjukan wali untuk anaknya.
  5. Pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan.
F. Bagian Anak Luar Kawin
Dalam hal ini pengertian anak luar kawin ada tiga macam :
1.      Natuurlijk kind, Anak akibat hubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya keterikatan keduanya dalam perkawinan.
2.      Over spelige kinderenn,  Anak akibat hubungan antara laki-laki dan perempuan adanya keterikatan keduanya dalam perkawinan dengan orang lain.
3.      In bloedschande ge teel de kinderen, Anak akibat hubungan antara laki-laki dan perempuan yang keduanya menurut undang-undang dilarang kawin.
Bagian warisan untuk anak yang lahir di luar perkawinan antara lain diatur sebagai berikut :
- 1/3 dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir di luar perkawinan mewaris bersama-sama dengan anak yang sah serta janda atau duda yang hidup paling lama;
- ½ dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir di luar perkawinan mewaris bersama-sama dengan ahli waris golongan kedua dan golongan ketiga;
- ¾ dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir di luar perkawinan mewaris bersama-sama ahli waris golongan keempat, yaitu sanak keluarga pewaris sampai derajat keenam.
- ½ dari bagian anak sah, apabila ia mewaris hanya bersamasama dengan kakek atau nenek pewaris, setelah terjadi kloving.
Mengenai pewarisan terhadap anak luar kawin ini diatur dalam Pasal 862 s.d. Pasal 866 KUH Perdata:
1.      Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah (lihat Pasal 863 KUH Perdata);
2.      Jika yang meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas (ibu, bapak, nenek, dst.) atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunannya, maka anak-anak yang diakui tersebut mewaris 1/2 dari warisan. Namun, jika hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat 3/4 (lihat Pasal 863 KUH Perdata);
3.      Bagian anak luar kawin harus diberikan lebih dahulu. Kemudian sisanya baru dibagi-bagi antara para waris yang sah (lihat Pasal 864 KUH Perdata);
4.      Jika yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris yang sah, maka mereka memperoleh seluruh warisan (lihat Pasal 865 KUH Perdata)
5.      Jika anak luar kawin itu meninggal dahulu, maka ia dapat digantikan anak-anaknya (yang sah) (lihat Pasal 866 KUH Perdata).
G. Analisis Kasus
Bintang film Suzzanna wafat Rabu 15 Oktober 2008 sehari setelah merayakan ulang tahun ke -66. Sebelum meninggal, almarhum telah meninggalkan surat wasiat yang Isi surat wasiatnya, jika Suzanna wafat, yang boleh mengurus hanya suaminya, Clift Andro Nathalia (Clift Sangra), suaminya. Untuk keperluan visum, Clift harus menghubungi dokter, polisi, RT, dan RW. Dalam hal ini, Kasus surat wasiat Suzanna yang didalamnya mewariskan semua harta miliknya kepada suami keduanya (CLIFF SANGRA) dan anak angkatnya (RAHMA) menyebabkan anak kandungnya dari suami pertama, KIKI MARIA menjadi tersisih kan karena adanya Surat wasiat Suzana tersebut.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Didalam KUH perdata di atur tentang warisan dengan wasiat ini untuk melindungi ahli waris yang sah agar tidak dirugikan oleh tindakan sewenang-wenang si pewaris (dalam kasus ini suzanna adalah pewaris). Surat wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Pada dasarnya suatu wasiat adalah keluar dari satu pihak saja ( eenzijdig ) dan setiap saat dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya.
Dalam kasus waris Susannah ini adanya beberapa pihak yang mendapat warisan diantaranya:
1.      Kiki Maria selaku sebagai anak kandungnya dari suami yang pertama termasuk ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah golongan yang pertama.
2.      CLIFF SANGRA sebagai suami kedua dari Susannah juga termasuk ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah golongan yang pertama.
3.      RAHMA adalah anak angkat Susannah saat menjadi isri Cliff.

Asas dan pasal yang bersangkutan :
Pasal 874 BW telah menerangkan tentang arti wasiat bahwa isi wasiat itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Pembatasan penting disini adalah terletak dalam pasal legitieme portie yaitu bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak ahli waris dalam garis lencang dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan / atau yang hidup paling lama.; Bagian golongan pertama yang meliputi anggota keluarga dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak-anak beserta keturunan mereka, dan janda atau duda yang hidup paling lama, masing-masing memperoleh satu bagian yang sama. Jadi bila terdapat empat orang anak dan janda, mereka masing-masing mendapat 1/5 bagian.
Pasal 899 KUHper. Bahwa ahli waris karena di tunjuk dalam surat wasiat = testament.
Pasal 874 KUH Perdata telah dinyatakan pula bahwa segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang – undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat telah diambilnya suatu ketetapan yang sah.
Kesimpulan dari kasus ini, setelah melihat dari asas-asas serta pasal-pasal dalam KUH Perdata yang bersangkutan terdapat tiga ahli waris.  Maka Kiki Maria selaku sebagai anak kandungnya dari suami yang pertama berhak mendapat warisan atas dasar asas legitieme portie.Sedangkan Clif selaku sebagai suami yang kedua dari Susannah, mendapatkan harta peninggalan almarhumah karena termasuk dalam golongan pertama dalam ahli waris menurut hubungan darah. Kemudian Rahma yang sebagai anak angkat yang sah Susannah pada saat berumah tangga dengan Clif tetap mendapatkan warisan sesuai isi surat wasiat tersebut.





























Daftar Pustaka

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Saifullah, Dr. H. SH. M. Hum. Buku Ajar Wawasan Hukum Perdata Di Indonesia. 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar