HUKUM WARIS BW
A. Pendahuluan
Beberapa macam asas dan dasar hukum waris BW yang berpengaruh
terhadap pembagian warisan. Dengan mengenal dan memahami makna hakiki dari
asas-asas dan dasar-dasar tersebut, pembagian harta warisan kepada ahli waris
yang berhak besar kemungkinan akan mencapai hasil yang adil. Seperti yang
diketahui bahwa hukum waris BW termasuk dalam lapangan atau bidang hukum
perdata. Semua cabang hukum yang termsuk dalam bidang hukum perdata memiliki
kesamaan sifat dasar, anatara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur
paksaan. Namun untuk hukum waris BW, meskipun letaknya dalam bidang hukum
perdata, tetapi ternyata didalamnya terdapat unsur paksaan.
Unsur paksaan dalam hukum waris BW misalnya ketentuan yang
memberikan hak mutlak kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari
harta warisan atau ketentuan yang melarang pewaris sewaktu hidupnya untuk membuat
ketetapan terhadap sejumlah tertentu dari hartanya.Jika si pewaris sewaktu
hidupnya telah membuat ketetapan seperti menghibahkan sejumlah tertentu dari
hartanya yang dilarang untuk itu, maka penerimaan hibah mempunyai kewajiaban
hukum mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya tersebut kedalam
harta warisan guna memenuhi hak mutlak ahli waris yang mempunyai hak mutlak.
Beda antara unsur paksaan dalam hukum waris BW khususnya dengan
unsur paksaan pada hukum yang bersifat memaksa seperti hukum pidana,
bahwa pelanggaran terhadap unsur paksaan dalam hukum waris BW tidak berakibat
pidana, melainkan hanya berupa konsekuensi saja sebagaimana contoh diatas. Oleh
karenanya, meskipun didalam hukum waris BW terdapat unsur paksaan seperti dalam
hukum pidana, namun posisi hukum waris BW sebagai salah satu cabang hukum
perdata yang bersifat mengatur tidak terpengaruh. Konsekuensi dari hukum waris
BW sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, maka apa
saja yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya dikala ia masih hidup adalah
kewenangannya. Namun jika pelaksanaan kewenagan itu melampaui batas yang
diperkenankan, maka akan nada resiko dikemudian hari setelah ia meninggal
dunia.
B.
Pengertian Hukum Waris
Menurut K.U.H Perdata bahwa hukum waris adalah
hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang mengatur tentang apakah dan
bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada
waktu ia meninggal dunia akan beralih pada orang lain yang masih hidup.
Vollmar
berpendapat bahwa hokum waris dalah perpindahan dari sebuah harta, kekayaan
seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang yang
mewariskan kepada pewarisnya (Vollmar, 1986: 373).
Dari beberapa
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa “Hukum waris adalah kumpulan
peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang,
yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat
dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar
mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”.
Menurut pasal 833 ayat I KUH Perdata bahwa yang
dapat diwariskan atau obyek kewarisan adalah segala barang yang dimiliki si
pewaris, segala hak dan segala kewajiban dari si pewaris. Adapun unsur-unsur
waris sebagai berikut:
1. Kaidah
hukum
2. Pemindahan
harta kekayaan pewaris
3. Ahli
waris
4. Bagian
yang diterima
5. Hubungan
ahli waris dengan pihak keluarga
Hukum
waris dapat dibedakan menjadi dua:
1. Hukum
waris tertulis : kaidah-kaidah hokum yang terdapat dan perundang-undangan dan
jurisprudensi.
2. Hukum
waris adat : hokum waris yang timbul dan hidup dalam masyarakat adat.
C. Dasar-dasar Hukum Kewarisan
Hokum
waris yang telah diatur dalam buku II KUH Perdata sebanyak 300 pasal dari
830-1130. Mengenai hokum waris juga diatur dalam inpres No.1 tahun 1991.
Hokum waris diatur dalam buku II tentang benda,
khususnya dalam:
Titel XII :
Tentang Kewarisan Karena Kematian
Titel
XIII : Tentang surat wasiat
Titel
XIV : Tentang pelaksanaan wasiat
dan pengurusan harta warisan
Titel XV : Tentang hak pemikir dan hak istimewa
untuk mengadakan pendaftaran nama
harta peninggalan
Titel
XVI : Tenteng menerima dan menolak
warisan
Titel
XVII : Tentang pemisahan harta
peninggalan
Titel
XVIII : Tentang harta peninggalan tak
terurus
D. Ahli
Waris
Dalam
ketentuan BW ditetapkan orang-orang yang berhak mendapatkan harta warisan atau
yang disebut sebagai hak mutlak ( legitieme portie ) yaitu suatu bagian tertentu dari harta
peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan harta
warisan. Seseorang yang berhak atas suatu legitieme portie dinamakan “ legitimaris
“.
Undang-undang
telah menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris, yaitu: Isteri atau
suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari pewaris. Ahli
waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan
darah terdapat empat golongan, yaitu:
a)
Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak
beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan / atau
yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan / hidup paling lama
ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami
/ isteri tidak saling mewarisi; Bagian golongan pertama yang meliputi anggota
keluarga dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak-anak beserta keturunan mereka,
dan janda atau duda yang hidup paling lama, masing-masing memperoleh satu
bagian yang sama. Jadi bila terdapat empat orang anak dan janda, mereka
masing-masing mendapat 1/5 bagian. Apabila salah seorang anak telah meninggal
dunia terlebih dahulu dari pewaris akan tetapi mempunyai empat orang anak,
yaitu cucu pewaris, maka bagian anak yang 1/5 dibagi di antara anak-anak yang
menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal itu (plaatsvervulling), sehingga
masing-masing cucu memperoleh 1/20 bagian. Jadi hakikat bagian dari golongan
pertama ini, jika pewaris hanya meninggalkan seorang anak dan dua orang cucu,
maka cucu tidak memperoleh warisan selama anak pewaris masih ada, baru apabila
anak pewaris itu telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, kedudukannya
digantikan oleh anakanaknya atau cucu pewaris.
b)
Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan
saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang
tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang
dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris
bersamasama saudara pewaris; Bagian golongan kedua yang meliputi anggota
keluarga dalam garis lurus ke atas yaitu orang tua, ayah dan ibu, serta
saudara, baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunan mereka. Menurut
ketentuan BW, baik ayah, ibu maupun sudara-saudara pewaris masing-masing
mendapat bagian yang sama. Akan tetapi bagian ayah dan ibu senantiasa
diistimewakan karena mereka tidak boleh kurang dari ¼ bagian dari seluruh harta
warisan. Jadi apabila terdapat tiga orang saudara yang mewaris bersama-sama
dengan ayah dan ibu, maka ayah dan ibu masing-masing akan memperoleh ¼ bagian
dari seluruh harta warisan. Sedangkan separoh dari harta warisan itu akan
diwarisi oleh tiga orang saudara, masing-masing dari mereka akan memperoleh 1/6
bagian. Jika ibu atau ayah salah seorang sudah meninggal dunia, yang hidup
paling lama akan memperoleh bagian sebagai berikut:
- ½ (setengah) bagian
dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama dengan seorang saudaranya,
baik lakilaki maupun perempuan, sama saja;
- 1/3 bagian dari
seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama-sama dengan dua orang saudara
pewaris;
- ¼ (seperempat) bagian
dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama-sama dengan tiga orang atau
lebih saudara pewaris.
Apabila
ayah dan ibu semuanya sudah meninggal dunia, maka harta peninggalan seluruhnya
jatuh pada saudara-saudara pewaris, sebagai ahli waris golongan dua yang masih
ada. Apabila di antara saudara-saudara yang masih ada itu ternyata hanya ada yang
seayah atau seibu saja dengan pewaris, maka harta warisan terlebih dahulu
dibagi dua, bagian yang satu bagian saudara seibu. Jika pewaris mempunyai
saudara seayah dan seibu di samping saudara kandung, maka bagian saudara
kandung itu diperoleh dari dua bagian yang dipisahkan tadi.
c)
Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari
pewaris; Bagian golongan ketiga yang meliputi kakek, nenek,
dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris, apabila pewaris sama sekali tidak
meninggalkan ahli waris golongan pertama maupun kedua. Dalam keadaan seperti
ini sebelum harta warisan dibuka, terlebih dahulu harus dibagi dua (kloving). Selanjutnya
separoh yang satu merupakan bagian sanak keluarga dari pancer ayah pewaris, dan
bagian yang separohnya lagi merupakan bagian sanak keluarga dari pancer ibu
pewaris. Bagian yang masing-masing separoh hasil dari kloving itu
harus diberikan pada kakek pewaris untuk bagian dari pancer ayah, sedangkan
untuk bagian dari pancer ibu harus diberikan kepada nenek.
d)
Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak
keluarga lainnya sampai derajat keenam. Apabila dalam
bagian pancer ibu sama sekali tidak ada ahli waris sampai derajat keenam, maka
bagian pancer ibu jatuh kepada para ahli waris dari pancer ayah, demikian pula
sebaliknya.
Seandainya saja ke-4 golongan
tersebut tidak ada ( jangka waktu untuk mengakui sebagai ahli waris adalah 3
tahun ), maka harta warisan jatuh pada Negara, dan dalam hal ini dikuasai oleh
Balai Harta Peninggalan. Dalam pasal 832 ayat (2) BW disebutkan: ”Apabila
ahli waris yang berhak atas harta peninggalan sama sekali tidak ada, maka
seluruh harta peninggalan jatuh menjadi milik negara. Selanjutnya negara wajib
melunasi hutang-hutang peninggal warisan, sepanjang harta warisan itu
mencukupi”.
Yang dimaksud keturunannya disini adalah dapat merupakan anak-anak yang sah
yang lahir dalam perkawianan maupun anak-anak yang tidak sah tetapi diakui
yaitu anak-anak yang lahir diluar perkawinan tetapi diakui ( erkend
natuurlijk).
Dalam
pembagian warisan untuk golongan 1 dan golongan 2 dimungkinkan adanya ahli
waris pengganti, yaitu ahli waris yang menggantikan tempat ahli waris yang
sebenarnya karena telah meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris.
Menurut undang-undang ada tiga macam
penggantian (representatie) yaitu :
1. Penggantian dalam garis lurus ke bawah.
Ini dapat terjadi dengan tiada batasnya. Tiap anak yang meninggal lebih dahulu
digantikan oleh semua anak-anaknya.
2. Penggantian dalam garis samping ( zijlinie ). Bahwa tiap saudara
yang meninggal lebih dahulu maka kedudukannya digantikan oleh anak-anaknya. Ini
juga dapat terjadi tiada batas.
3. Penggatian dalam garis samping, dalam hal
yang tampil ke muka sebagai ahli waris anggota keluarga yang lebih jauh tingkat
hubungannya daripada seorang saudara, misalnya seorang paman atau
keponakan. Disini ditetapkan bahwa saudara dari seorang yang tampil ke muka
sebagai ahli waris itu meninggal lebih dahulu, dapat digantikan anak-anaknya.
E. Perihal Wasiat
Surat wasiat atau testament
adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia
meninggal dunia. Pada dasarnya suatu wasiat adalah keluar dari satu pihak saja
( eenzijdig ) dan setiap saat dapat
ditarik kembali oleh yang membuatnya. Pasal
874 BW telah menerangkan tentang arti wasiat bahwa isi wasiat itu tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang. Pembatasan penting disini adalah
terletak dalam pasal legitieme portie yaitu bagian
warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak ahli waris dalam garis lencang dan
tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Suatu wasiat dapat juga berisikan
suatu “ legaat “ yaitu
suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu
legaat berupa :
- Satu atau
beberapa benda tertentu.
- Seluruh benda
dari satu macam, misalnya seluruh benda bergerak.
- Hak “ vruchtgebruik
“ atas sebagian atau seluruh warisan.
- Suatu hak lain
boedel,
misalnya hak untuk mengambil satu atau beberapa benda tertentu dari boedel.
Yang
berhak mendapatkan wasiat, yaitu :
- Orang yang
patut menerima warisan.
- Ahli waris.
Yang
berhak membuat surat wasiat, yaitu :
- Mereka yang
sudah berumur 18 tahun ( dewasa ).
- Mereka yang
sudah menikah walaupun belum berumur 18 tahun.
- Harus
mempunyai pikiran yang sehat.
Orang
yang belum dewasa atau belum dianggap dewasa, jika melakukan tindakan hukum
maka akibat hukumnya adalah batal atau dapat dibatalkan. Orang yang pikirannya
tidak sehat, jika membuat surat wasiat maka hukumnya tidak sah, dan tidak
sahnya itu harus dibuktikan oleh hakim. Orang asing hanya diperkenankan membuat
surat wasiat terbuka, dengan dasar hukumnya Stb. 1924 ; 556 ( Timur Asing bukan Tionghoa ).
Macam
surat wasiat dibedakan menjadi 2, yaitu :
- Surat wasiat
menurut bentuknya ( sesuai pasal
931 BW ). Dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1.
Surat wasiat olografis ( olographis
testament ). Adalah
surat wasiat yang seluruhnya ditulis tangan dan ditandatangani sendiri oleh si
pewaris.
2. Surat wasiat umum ( openbaar testament ). Adalah surat
wasiat dengan akta umum yang harus dibuat di hadapan notaries dengan dihadiri
oleh 2 orang saksi. Pewaris menerangkan kepada notaries apa yang dikehendakinya
dan notaries dengan kata-kata yang jelas harus menulis atau menyuruh menulis kehendak
pewaris.
3. Surat wasiat rahasia / tertutup. Adalah surat wasiat yang dibuat
pewaris dengan tulisan sendiri atau ditulis orang lain, yang ditandatangani
oleh si pewaris. Kemudian surat wasiat / sampul yang berisi surat wasiat ini
harus ditutup dan disegel dan diserahkan kepada notaries dengan dihadiri oleh 4
orang saksi.
- Surat wasiat
menurut isinya. Dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1.
Surat wasiat pengangkatan
waris ( pasal 954 BW ). Adalah
surat wasiat yang berisi bahwa si pewaris memberikan kepada seseorang atau
lebih seluruh atau sebagian dari harta kekayaannya jika ia meninggal dunia.
2. Surat wasiat hibah ( pasal
957 BW ). Adalah surat wasiat yang memuat ketetapan-ketetapan khusus,
dengan mana si pewaris memberikan kepada seseorang atau lebih, yaitu :
1.
Satu atau beberapa benda tertentu, atau ;
2. Seluruh benda dari satu jenis tertentu, atau ;
3.
Hak memungut hasil dari seluruh atau sebagain harta peninggalan.
Ada
juga wasiat yang dibuat dengan akta di bawah tangan yang disebut dengan nama “ codicil “ yaitu akta di bawah tangan yang
dibuat si pewaris tentang hal-hal yang termasuk dalam pembagian warisan. Jadi
bukan mengenai harta kekayaan, tetapi berisi antara lain :
- Pengangkatan
pelaksana waris ( executeur testamentair ).
- Penyelenggaraan
penguburan.
- Penghibahan
pakaian, meubel tertentu, perhiasan tertentu.
- Penunjukan
wali untuk anaknya.
- Pengakuan anak
yang lahir diluar perkawinan.
F.
Bagian Anak Luar Kawin
Dalam
hal ini pengertian anak luar kawin ada tiga macam :
1. Natuurlijk
kind, Anak akibat
hubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya keterikatan keduanya dalam
perkawinan.
2. Over
spelige kinderenn, Anak akibat hubungan antara laki-laki dan
perempuan adanya keterikatan keduanya dalam perkawinan dengan orang lain.
3. In
bloedschande ge teel de kinderen, Anak
akibat hubungan antara laki-laki dan perempuan yang keduanya menurut
undang-undang dilarang kawin.
Bagian
warisan untuk anak yang lahir di luar perkawinan antara lain diatur sebagai
berikut :
- 1/3 dari bagian
anak sah, apabila anak yang lahir di luar perkawinan mewaris bersama-sama
dengan anak yang sah serta janda atau duda yang hidup paling lama;
- ½ dari bagian anak sah,
apabila anak yang lahir di luar perkawinan mewaris bersama-sama dengan ahli
waris golongan kedua dan golongan ketiga;
- ¾ dari bagian anak sah,
apabila anak yang lahir di luar perkawinan mewaris bersama-sama ahli waris
golongan keempat, yaitu sanak keluarga pewaris sampai derajat keenam.
- ½ dari bagian anak sah,
apabila ia mewaris hanya bersamasama dengan kakek atau nenek pewaris, setelah
terjadi kloving.
Mengenai
pewarisan terhadap anak luar kawin ini diatur dalam Pasal 862 s.d. Pasal 866
KUH Perdata:
1.
Jika yang meninggal
meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak
luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika
mereka sebagai anak-anak yang sah (lihat Pasal 863 KUH Perdata);
2.
Jika yang meninggal tidak
meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga
sedarah, dalam garis ke atas (ibu, bapak, nenek, dst.) atau saudara laki-laki
dan perempuan atau keturunannya, maka anak-anak yang diakui tersebut mewaris
1/2 dari warisan. Namun, jika hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih
jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat 3/4 (lihat Pasal 863 KUH
Perdata);
3.
Bagian anak luar kawin harus
diberikan lebih dahulu. Kemudian sisanya baru dibagi-bagi antara para waris
yang sah (lihat Pasal 864 KUH Perdata);
4.
Jika yang meninggal tidak
meninggalkan ahli waris yang sah, maka mereka memperoleh seluruh warisan (lihat
Pasal 865 KUH Perdata)
5.
Jika anak luar kawin itu
meninggal dahulu, maka ia dapat digantikan anak-anaknya (yang sah) (lihat Pasal
866 KUH Perdata).
G. Analisis Kasus
Bintang
film Suzzanna wafat Rabu 15 Oktober 2008 sehari setelah merayakan ulang tahun
ke -66. Sebelum meninggal, almarhum telah meninggalkan surat wasiat yang Isi
surat wasiatnya, jika Suzanna wafat, yang boleh mengurus hanya suaminya, Clift
Andro Nathalia (Clift Sangra), suaminya. Untuk keperluan visum, Clift harus
menghubungi dokter, polisi, RT, dan RW. Dalam hal ini, Kasus surat wasiat
Suzanna yang didalamnya mewariskan semua harta miliknya kepada
suami keduanya (CLIFF SANGRA) dan anak angkatnya (RAHMA) menyebabkan anak
kandungnya dari suami pertama, KIKI MARIA menjadi tersisih kan karena adanya
Surat wasiat Suzana tersebut.
Hukum
waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya.
Didalam KUH perdata di atur tentang warisan dengan wasiat ini untuk melindungi
ahli waris yang sah agar tidak dirugikan oleh tindakan sewenang-wenang si
pewaris (dalam kasus ini suzanna adalah pewaris). Surat wasiat atau testament
adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia
meninggal dunia. Pada dasarnya suatu wasiat adalah keluar dari satu pihak saja
( eenzijdig ) dan setiap saat dapat
ditarik kembali oleh yang membuatnya.
Dalam
kasus waris Susannah ini adanya beberapa pihak yang mendapat warisan
diantaranya:
1.
Kiki Maria selaku sebagai anak kandungnya dari
suami yang pertama termasuk ahli waris menurut undang
undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah golongan yang pertama.
2.
CLIFF SANGRA sebagai suami kedua dari Susannah
juga termasuk ahli waris menurut undang
undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah golongan yang pertama.
3. RAHMA
adalah anak angkat Susannah saat menjadi isri Cliff.
Asas dan
pasal yang bersangkutan :
Pasal
874 BW
telah menerangkan tentang arti wasiat bahwa isi wasiat itu tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang. Pembatasan penting disini adalah terletak
dalam pasal legitieme portie yaitu bagian warisan yang sudah ditetapkan
menjadi hak ahli waris dalam garis lencang dan tidak dapat dihapuskan oleh
orang yang meninggalkan warisan.
Menurut
undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah golongan
pertama,
keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan
mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan / atau yang hidup paling
lama.; Bagian golongan pertama yang meliputi anggota
keluarga dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak-anak beserta keturunan mereka,
dan janda atau duda yang hidup paling lama, masing-masing memperoleh satu
bagian yang sama. Jadi bila terdapat empat orang anak dan janda, mereka
masing-masing mendapat 1/5 bagian.
Pasal 899 KUHper. Bahwa ahli waris
karena di tunjuk dalam surat wasiat = testament.
Pasal 874 KUH Perdata telah dinyatakan
pula bahwa segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah
kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang – undang, sekedar terhadap itu
dengan surat wasiat telah diambilnya suatu ketetapan yang sah.
Kesimpulan dari kasus ini, setelah melihat dari
asas-asas serta pasal-pasal dalam KUH Perdata yang bersangkutan terdapat tiga
ahli waris. Maka Kiki Maria selaku
sebagai anak kandungnya dari suami yang pertama berhak mendapat warisan atas
dasar asas legitieme
portie.Sedangkan Clif selaku sebagai suami yang kedua dari Susannah, mendapatkan
harta peninggalan almarhumah karena termasuk dalam golongan pertama dalam ahli
waris menurut hubungan darah. Kemudian Rahma yang sebagai anak angkat yang sah
Susannah pada saat berumah tangga dengan Clif tetap mendapatkan warisan sesuai
isi surat wasiat tersebut.
Daftar Pustaka
http://gagasanhukum.wordpress.com/2008/10/27/surat-wasiat-suzanna-hapus-hak-ahli-waris/ diakses pada 9 Desember 2013. 10.00 WIB
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Saifullah,
Dr. H. SH. M. Hum. Buku Ajar Wawasan Hukum Perdata Di Indonesia. 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar