Powered By Blogger

Kamis, 04 Desember 2014

Negara

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

            Pada saat ini, tak ada suatu bangsa di dunia ini yang tak mempunyai hukum  sendiri. Apabila dada bahasa dikenal istilah tata bahasa maka demikian juga dalam hukum dikenal tata hukum. Tiap-tiap bangsa mempunyai tata hukumnya sendiri begitu juga dengan Indonesia mempunyai tata hukum sendiri yakni Tata Hukum Indonesia.
            Barang siapa yang mempelajari Tata Hukum Indonesia, maka ia akan mengetahui hukum yang berlaku saat ini di dalam NKRI. Hukum yang sedang berlaku di suatu Negara tersebut dijadikan objek dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang objeknya adalah Hukum yang sedang berlaku di suatu Negara, disebut Ilmu pengetahuan hukum positif(ius constitutum).
            Hukum-hukum yang berlaku terdiri dari dan diwujudkan oleh ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan yang saling berhubungan dan saling menentukan. Aturan-aturan itu merupakan suatu susunan (tata), suatu tata hukum. Tata hukum itu sah, berlaku bagi berlaku bagi suatu masyarakat tertentu apabila  dibuat dan ditetapkan oleh penguasa masyarakat itu.
            Suatu Masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri dan oleh sebab itu turut serta sendiri dalam berlakunya tata hukum itu. Tata hukum sebagai suatu susunan merupakan suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya saling behubungan dan saling menentukan serta saling mengimbangi.
            Dapat dikatakan, tiap-tiap tata hukum memiliki struktur tertentu, yakni strukturnya itu sendiri. Masyarakat yang menuruti tata hukum itu hidup, berkembang, bergerak, berubah. Demikian pun tata hukumnya, sehingga struktur tata hukumnya dapat berubah juga, oleh karena itu dikatakan, bahwa tata hukum mempunyai struktur yang terbuka. Karena sifat strukturnya yang tebuka maka tidak dapat dipungkiri akan terdapat pembidangan-pembidangan dalam tata hukum itu sendiri yang sesuai.


B.      Rumusan Masalah


1.      Apa yang dimaksud dengan Negara?
2.      Apa saja yang menjadi negara dalam teori-teori?
3.      Apa saja macam ketatanegaraan internasional?
4.      Apa saja unsur-unsur negara?
5.      Bagaimana sistem pemerintahan negara?
6.      Asas desentralisasi, Asas dekonsentrasi, Asas tugas pembantuan

C.      Tujuan

Agar pembaca dapat mengetahui pengertian hukum tata negara dan bagian-bagian dari negara. berserta permasalahannya.













BAB II

PEMBAHASAN

v  RUANG LINGKUP HUKUM TATA NEGARA

A.     Pengertian Negara

Berbicara tentang hukum tata negara maka kita akan diajak untuk memahami organisasi suatu negara yang disusun berdasarkan hukum tata negara positif dari negara yang bersangkutan. Mengenai pengertian dari hukum tata negara Indonesia sampai sekarang para ahli hukum belum memeperoleh kesatuan pendapat, karena dari masing-masing pendapat mempunyai cukup alasan-alasan sebagai dasar pendapatnya itu.Hal itu disebabkan karena ilmu hukum dari hukum positif Indonesia sebagian dibangun dan dikembangkan oleh dunia ilmu pengetahuan barat, khususnya negara Belanda. Yang jelas istilah “hukum tata negara” merupakan hasil dari terjemahan dari perkataan bahasa Belanda ”staatsrecht”. Dimana sudah menjadi kesatuan pendapat diantara para sarjana hukum Belanda untuk memebedakan antara “hukum tata negara dalam arti luas” (staatsrecht in ruime zin) dan “hukum tata negara dalam arti sempit” (staatsrecht in enge zin).Dari pembedaan hukum tata negara dalam arti luas dan sempit tersebut, maka yang dikatakan “hukum tata negara dalam arti sempit” itulah yang dikatakan sebagai “hukum tata negara”.Sedangkan “hukum tata negara dalam arti luas” itu pada dasarnya digolongkan menjadi:
1)      Hukum tata negara dalam arti sempit (staatsrecht in enge zin) itu dipersonifikasikan sebagai “hukum tata negara”.
2)      Hukum tata usaha negara (administratief recht).

            Atas dasar pembedaan jenis yang dilihat dari pengertian didalam tugas kenegaraan yang mengakibatkan keharusan pembedaan jenis alat perlengkapan negara yang dikaji oleh ilmu hukum tata negara sebagaimana di atas. Maka dari pembagian hukum tata negara  dalam arti luas yang memunculkan penggolongan hukum tata negara dalam arti sempit dan hukum administrasi negara atau hukum tata usaha negara  itu pada prinsipnya merupakan kajian di dalam ilmu hukum tata negara positif. Dengan demikian, yang dimaksud hukum tata negara dalam arti sempit  adalah hukum mengenai organisasi negara pada umumnya (hubungan penduduk dengan negara, pemilihan umum, kepartaian, cara menyalurkan pendapat dari rakyat, wilayah negara, dasar negara, hak asasi manusia, lalu bahasa, lambang, pembagian negara atas kesatuan-kesatuan kenegaraan dan sebagainya), mengenai sistem pemerintahan negara (structure gouvernementale), mengenai kehidupan politik rakyat dalam hubungan dengan susunan organisasi negara, mengenai susunan, tugas dan wewenang, perhubungan kekuasaan satu sama lain, serta perhubungan dengan rakyat, dari alat-alat perlengkapan ketatanegaraan sebagai jabatan-jabatan tertinggi yang menetapkan prinsip umum bagi pelaksanaan berbagai usaha negara.
            Sedangkan hukum tata usaha negara atau hukum administrasi negara ialah hukum mengenai susunan, tugas dan wewenang, perhubungan kekuasaan satu sama lain, perhubungan dengan pribadi-pribadi hukum lainnya, dari alat-alat perlengkapan (jabatan-jabatan) tata usaha negara sebagai pelaksana segala usaha negara (perundang-undangan, pemerintahan, dan peradilan) menurut prinsip-prinsip yang telah diterapkan oleh alat-alat perlengkapan oleh negara tertinggi (badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
            Dengan berpangkal pada pandangan bahwa hukum tata negara itu pokok pangkalnya adalah negara. Diantara hasil pemikiran tentang asal mula negara tersebut, dikemukakan beberapa pemikir besar tentang hukum dan negara  seperti Niccolo Machiavelli ()1469-1527) asal Italia. Dalam pandangannya tentang negara, ia menciptakan istilah “stato” (stadt dalam bahasa Jerman, etat dalam bahasa Perancis, state dalam bahasa Inggris, dan staat dalam bahasa Belanda). Adapun menurut pandangan Jean Bodin (1530-1596 )asal Perancis, melihat bahwa suatu negara juga merupakan kekuasaan dan kekuatan. Oleh sebab itu, kekuasaan dan kekuatan yang bersifat abadi dan tidak melihat kepada individu sebagai pemimpin negara sebagai organisasi. Pandangan inilah yang kemudian dikenal  dengan sebutan kedaulatan atau dinamakan juga sovereignty. Karena kekuasaan dan kekuatan itu berada pada negara, maka barulah orang memikirkan tentang asal mula kekuasaan dan kekuatan yang ada dalam satu negara, dan juga memikirkan sebab-sebab munculnya kekuasaan dan kekuatan yang terus-menerus ada pada negara.[1]


B.     Negara dalam teori-teori

  1. Teori Ketuhanan. Teori ini menganggap bahwa terjadinya negara memang sudak kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Anggapan ini berawal dari determinasi relegius, yaitu segala sesuatu terjadi ini sudah takdir Allah. Misalnya, dapat membaca UUD 1945 atas berkat rahmat Allah dan seterusnya.
  2. Teori Kenyataan. Teori menganggap bahwa negara itu timbul karena kenyataan, artinya berdasarkan syarat-syarat tertentu yang sudah dipenuhi, misalnya adanya pemerintahan, wilayah, penduduk, dan pengakuan dari dalam dan luar negeri.
  3. Teori Perjanjian dan Kontrak Sosial. Teori inim menganggap negara itu terbentuk berdasarkan perjanjian bersama. Perjanjian ini dapat antar individu yang bersepakat mendirikan suatu negara ataupun perjanjian antar individu yang menjakah dan yang dijajah.
  4. Teori Penaklukan. Teori ini menganggap bahwa negara itu timbul karena adanya kelompok manusia mengalahkan kelompok manusia yang lain. Dengan demikian pembentukan negara dapat terjadi karena proklamasi, peleburan dan penguasaan atau pemberontakan. Teori ini juga disebut teori kekuatan karena dalam teori ini kekuatan membuat hukum, dan kekuatan itu sendiri adalah pembenaran.
  5. Teori Alamiah. Teori ini menganggap bahwa negara adalah ciptaan alam karena manusia dianggap sebagai mahluk sosial dan sekaligus mahluk politik. Oleh karena itu, manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara. Jadi dalam situasi dan kondisi setempat yang ada, negara terebetuk dengan sendirinya.
  6. Teori Filosofis. Teori Filosofis ini juga dikenal sebagai teori idealistis, teori mutlak, teori metafisis. Teori ini bertsifat filosofis karena merupakan renungan-renungan tentang negara dan bagaimana negara itu seharusnya ada. Bersifat idealis karena merupakan pemikiran tentang negara sebagaimana negara itu seharusnya ada, “Negara sebagai ide” bersifat mutlak karena melihat negara sebagai suatu kesatuan yang omnipeten dan omnokompeten. Bersifat metafisis karena adanya negara terlepas dari individu yang menjadi bagian dari bangsa. Negara mempunyai atau memiliki kemauan sendiri, kepentingan sendiri, dan nilai moral sendiri.
  7. Teori Historis. Teori ini menganggap bahwa lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi timbul secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia. Oleh karenanya lembaga-lembaga sosial kenegaraan itu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dari lingkungan setempat, waktu, dan tuntutan zaman sehingga secara historis berkembang menjadi negara-negara seperti yang kita lihat sekarang ini.
  8. Teori Organis. Teori ini menganggap bahwa negara sebagai manusia. Pemerintah dianggap sebagai tulang, undang-undang dianggap sebagai syaraf, kepala negara dianggap sebagai kepala, masyarakat dianggap sebagai daging. Dengan demikian, negara itu dapat lahir, tumbuh, dan berkembang lalu mati.
  9. Teori Patrilineal dan Matrilineal. Teori ini menganggap bahwa negara itu timbul dari perkembangan kelompok keluarga yang dikuasai oleh garis keturunan Ayah (Patrilineal) atau garis keturunan Ibu (Matrilineal). Keluarga tersebut berkembang menurut garis keturunan yang ada dan menjadi benih-benih negara sampai terbentuk pemerintahan yang terdesentralisi.
  10. Teori Kadaluwarsa. Teori ini menganggap bahwa negara terbentuk karena memang kekuasaan raja (diterima atau ditolak oleh rakyat) sudah kadaluwarsa memiliki kerajaan (sudah lama memiliki kekuasaan) dan pada akhirnya menjadi hak milik oleh karena kebiasaan. Menurut teori ini, raja bertahta bukan karena hak-hak ketuhanan, tetapi berdasrkan kebiasaan. Laju dan organisasinya yaitu negara kerajaan timbul karena adanya milik yang sudah lama yang kemudian melahirkan hak milik. Raja bertahta oleh karena hak milik itu yang didasarkan pada hukum kebiasaan.
Teori Pengertian Negara yang dikemukakan oleh Soepomo :
ØPaham Negara Kesatuan. Yaitu Negara mengatasi segala paham golongan dan perseorangan.
Ø Hubungan negara dan agama.yaitu urusan agama terpisah dengan urusan negara.artinya setiap orang merdeka memeluk agama yang disukainya.
Ø Sistem badan permusyawaratan.yaitu kedudukan kepala negara dalam negara persatuan sangat penting,dan harus menjadi pemimpin negara yang sejati,bersatu dengan rakyatnya.
Ø Sosialisme negara yaitu Negara bersifat kekeluargaan dalam lapangan ekonomi.
Ø Hubungan antar bangsa yaitu negara Indonesia yang berdasarkan semangat kebudayaan Indonesia yang asli dengan sendirinya merupakan negara Asia timur raya
Tori Terbentuknya Negara :
• Teori Spekulatif
Teori yang bersifat spekulatif, meliputi antara lain : teori teokratis, teori perjanjian masyarakat, dan teori kekuatan/ kekuasaan.
Ø Teori Teokrasi (ketuhanan) menurut teori ketuhanan, segala sesuatu di dunia ini adanya atas kehendak allah Subhanahu Wata’ala, sehingga negara pada hakekatnya ada atas kehendak allah. Penganut teori ini adalah Fiedrich Julius Stah, yang menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur melalui proses bertahap mulai dari keluarga menjadi bangsa dan negara.
Ø Teori perjanjian masyarakat. Dalam teori ini tampi tiga tokoh yang paling terkenal, yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau. Menurut teori ini negara itu timbul karena perjanjian yang dibuat antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin, supaya ”orang yang satu tidak merupakan binatang buas bagi orang lain” (homo homini lupus, menurut Hobbes). Perjanjian itu disebut perjanjian masyarakat (contract social menurut ajaran Rousseau). Dapat pula terjadi suatu perjanjian antara daerah jajahan, misalnya : Kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan India pada tahun 1947.
Ø Teori kekuasaan/ kekuatan. Menurut teori kekuasaan/kekuatan, terbentuknya negara didasarkan atas kekuasaan/kekuatan, misalnya melalui pendudukan dan penaklukan.
Ditinjau dari teori kekuatan, munculnya negara yang pertama kali, atau bermula dari adanya beberapa kelompok dalam suatu suku yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku (datuk). Kemudian berbagai kelompok tersebut hidup dalam suatu persaingan untuk memperebutkan lahan/wilayah, sumber tempat mereka mendapatkan makanan. Akibat lebih jauh mereka kemudian berusaha untuk bisa mengalahkan kelompok saingannya. Adagium thomas Hobbes yang menyatakan ”Bellum Omnium Contra Omnes” semua berperang melawan semua, kiranya tepat sekali untuk memotret kondisi mereka dalam persaingan untuk memperebutkan sesuatu. Kelompok yang terkalahkan kemudian harus tunduk serta wilayah yang dimilikinya diduduki dan dikuasai oleh sang penakluk, dan demikian seterusnya.
• Teori Historis Evolusionistis
Teori yang evolusi atau teori historis ini merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, maka lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan-tuntutan zaman. Menurut teori yang bersifat evolusi ini terjadinya negara adalah secara historis-sosio (dari keluarga menjadi negara).
Termasuk dalam teori ini yang bersifat evolusi ini antara lain teori hukum alam. Berdasarkan teori hukum alam ini, negara terjadi secara alamiah.

C.     Macam-macam ketatanegaraan

    Macam – macam ketatanegaraan diantarannya yaitu:
1.      Negara kesatuan
2.      Negara serikat
3.      Kolini dan protektorat
4.      Konfederasi dan persemakmuran
5.      Uni
6.      Kerajaan
7.      Republik
8.      Demokrasi

D.     Unsur-unsur Negara

            Untuk terpenuhinya suatu kelompok manusia dalam komunitas masyarakat agar dapat dikatakan sebagai organisasi kekuasaan dalam bentuk negara apabila sudah memenuhi unsur-unsur dari sebuah negara. Unsur-unsur negara tersebut terdiri dari rakyat, wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain. Dari unsur-unsur tersebut di atas, adanya rakyat, wilayah, pemerintahan yang berdaulat disebut sebagai unsur konstitutif, sedangkan mendapat pengakuan dari negara lain disebut unsur deklaratif. Adapun penjelasan lebih luasnya akan dijelaskan pada pembahasan di bawah ini.[2]

a.       Rakyat
            Rakyat merupakan salah satu bagian yang harus dipenuhi dalam negara, karena rakyat merupakan komunitas manusia yang berada dalam kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk mewujudkan suatu negara.Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu negara adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh rasa persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.Tidak bisa dibayangkan, jika ada suatu negara tanpa rakyat.Hal ini mengingat rakyat atau warga negara adalah subtratum personel dari negara.
b.      Wilayah
            Wilayah adalah unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-batas teritorial yang jelas.Secara umum wilayah dalam suatu negara biasanya mencakup daratan, perairan, (samudra, laut, dan sungai), dan udara.Dalam konsep negara modern masing-masing batas wilayah tersebut diatur dalam perjanjian dan perundang-undangan internasional.
c.       Pemerintah yang Berdaulat
            Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara.  Pemerintah, melalui aparat dan alat-alat negara yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan keamanan, mengadakan perdamaian dalam rangka mewujudkan kepentingan warga negaranya yang beragam.Untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut dijumpai bentuk-bentuk negara dan pemerintahan. Pada umumnya, nama sebuah negara identik dengan model pemerintahan yang dijalankannya, misalnya, negara demokrasi dengan pemerintahan sistem parlementer atau presidensil.

d.      Pengakuan Negara Lain.
            Unsur pengakuan dari negara lain hanya bersifat menerangkan tentang adanya negara. Hal ini hanya bersifat deklaratif, bukan konstitutif, sehingga tidak bersifat mutlak. Ada dua macam pengakuan suatu negara, yakni pengakuan de facto dan pengakuan de jure. Pengakuan de facto adalah pengakuan atas fakta adanya negara. Pengakuan tersebut didasarkan adanya fakta bahwa suatu masyarakat politik telah memenuhi tiga unsur utama negara (wilayah, rakyat, dan pemerintahan yang berdaulat). Sedangkan pengakuan de jure adalah pengakuan akan sahnya suatu negara atas dasar pertimbangan yuridis menurut hukum. Dengan memperoleh pengakuan de jure, maka suatu negara mendapat hak-haknya disamping kewajiban sebagai anggota keluarga bangsa dunia. Hak dan kewajiban dimaksud adalah hak dan kewajiban untuk bertindak dan diberlakukan sebagai suatu negara yang berdaulat penuh diantara negara-negara lain.

E.      Sistem Pemerintahan Negara

1.      Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem berasal dari bahasa inggris system berarti suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional. Sedangkan pemerintahan awalnya berasal dari kata pemerintah. Pemerintah merupakan alat negara yang dapat menetapkan aturan serta memiliki kekuatan untuk memerintah.  Pemerintahan dalam arti luas adalah lembaga-lembaga Negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sedang dalam arti sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan lembaga eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.  Sistem pemerintahan diartikan sebagai tatanan yang terdiri dari komponen pemerintahan yang saling mempengaruhi dalam pencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan, kekuasaan Legislatif yang berati kekuasaan membentuk undang-undang, dan Kekuasaan Yudikatif yang berati kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.  Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
        2. Pengelompokkan Sistem Pemerintahan
  • Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem pemerintahan presidential merupakan sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dan kepala negara dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislative). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Beberapa negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial diantaranya Amerika Serikat, Pakistan, Argentina, Filiphina, termasuk Indonesia.
Ciri pemerintahan Presidensial:
-        Pemerintahan Presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan.
-        Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatu dengan Legislatif.
-        Kabinet bertanggung jawab kepada presiden.
-        Eksekutif dipilih melalui pemilu.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :
-        Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
-       Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
-        Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
-        Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :
-        Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
-        Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
-        Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
  • Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer merupakan suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam sistem pemerintahan ini, parlemen mempunyai kekuasaan yang besar dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Menteri dan perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Beberapa negara yang menggunakan sistem pemerintahan ini diantaranya kerajaan Inggris, Belanda, India, Australia, serta Malaysia.
Ciri Pemerintahan Parlementer:
-        Pemerintahan Parlementer didasarkan pada prinsip pembagian kekuasaan.
-        Adanya tanggung jawab yang saling menguntungkan antara legislatif dengan eksekutif, dan antara presiden dan kabinet.
-        Eksekutif dipilih oleh kepala pemerintahan dengan persetujuan legislatif.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
- Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
-  Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
-  Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer :
-        Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
-        Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
-        Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
-        Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.
  • Sistem Pemerintahan Campuran
Sistem pemerintahan campuran ini merupakan kombinasi/campuran dari sistem pemerintahan presidensial dan parlementer. Mengapa demikian? Ini ditandai dengan adanya presiden sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.Contoh Negara yang menggunakan sistem pemerintahan campuran yaitu Perancis.
        Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia                      
  • Tahun 1945 – 1949
Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:
  1. Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
  2. Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP – KNIP.
  • Tahun 1949 – 1950
Didasarkan pada konstitusi RIS. Pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah system parlementer kabinet semu (Quasy Parlementary). Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukan kabinet parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.
  • Tahun 1950 – 1959
Landasannya adalah UUD ’50 pengganti konstitusi RIS ’49. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer kabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu.
Ciri-ciri:
  1. presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
  2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
  3. Presiden berhak membubarkan DPR.
  4. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
  • Tahun 1959 – 1966 (Demokrasi Terpimpin)
Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat.
  • Tahun 1966 – 1998
Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Soeharto mundur pada 21 Mei 1998.
  • Tahun 1998 – Sekarang (Reformasi)
Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa.
Sistem Pemerintahan Indonesia
  1. A.Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen. Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
a.              Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
1.        Sistem Konstitusional.
2.        Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.        Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4.        Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
5.        Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6.        Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan.
Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.  Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi
-        adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif.
-        jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintahan.
  1. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen. Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.


F.      Asas Desentralisasi, Asas dekonsentrasi, Asas tugas pembantuan
·        Asas Desentralisasi
            Asas desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah yang menjadi urusan rumah tangganya.  Ditinjau dari segi pemberian wewenangnya asas desentralisasi adalah asas yang akan memberikan wewenang kepadapemerintah daerah untuk mengatur dan menangani urusan-urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.
            Menurut bayu suryanungratjenis asas desentralisasi dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:
1.      Desentralisasijabatan yaitu berupa pemencaran kekuasaan dari atas kepada bawahan sehubungan dengan kepegawaian atau jabatan dengan maksud untuk meneingkatkan kelancaran kerja.
2.      Desentralisasi kenegaraan yaitu berupa penyerahan kekuasaan yang mengatur daerah dalam lingkungannya sebagai usaha untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemeraan itu dapat dibedakan menjadi:
Selanjutnya desentralisasi kenegaraan itu dapat dibedakan menjadi:
1.    Desentralisasi territorial yaitu penyerahankekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, batas pengaturan yang dimaksud adalah daerahnya sendiri
2.    Desentralisasi fungsional yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu.  Bataas pengaturan tersebut adalh jeis  fungsi, misalnya pendudukan, pengairan, dsb.
Di dalam desntralisai pemencaran berarti pelimpahan, penyerahanatau kerja lain yang menganuk gerak jauh dari tempat asal(pusat).  Kemudian yang membedakan antara desentralisasi dengan dekonsentrasi adalah bahwa desentralisasi terdapat:
1.      Bentukpemencaran adalah pelimpahan
2.      Pemencaran terjadi kepada daerah(bukan perorangan)
3.      Yang dipemencarkan adalah urusan pemerintah
4.      Urusan pemerintah yang dipancarkan menjadi urusan rumah tangga daerah sendiri
Sehingganya dalam hal ni inisiatif pemerintahan diserahkan kepada daerah otonom, yang meliputi:
1.      Kebijaksanaan
2.      Perencanaan
3.      Pelaksanaan
4.      Pembiayaan
5.      Perangkat pelaksanaan
Berdasarkan pada sistem tata pemerintahan menurut undang-undang dasar 1945, pada prinsipnya asas desentralisasi merupakan pemberian kebebasan untuk membangkitkan keaktifan rakyat melalui wakil-wakilnya dalam badan perwakilan daerah.  Sebagai salah pencerminan dari sistem ini maka daerah mempunyai hak, wewenang menyusun peraturan yang disebut peraturan daerah, mengatur keuanganya  yang disebut anggaran pendapatan dan belanja daerah , lain halnya dengan kkantor wilayah departemen, lembaga ini tidak berwenang membuat peraturan pemerintah dan juga anggarannya dalam departemen masing-masing, yang terkonsentrasi dipusat.
            Dalam perkemnbanganya untuk mempersiapkan daerah lebih mandiri maka jika memang diperlukan, urusan-urusan tertentu dapat diserahkan kepada daerah sebagai urusan otonomi daerah tersebut.
·        Asas Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah.  Asas dekonsentrasi adalh pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertical tingkat atasnyakepada pejabat –pejabat didaerah.  Hal ini tercantum didalam pasal satu huruf f undang-undang No.5tahun 1974.  Ciri – cirri adari asas ini adalah sebagai berikut:
a.    Bentuk pemencaran adalah pelimpahan
b.    Pemencaran terjadi kepada pejabat sendiri(perseorangan)
c.     Yang deipencar(bukan urusan pemerintah) tetapi wewenang untuk melaksanakan sesuatu
d.    Yang dilimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangga sendiri.
Oleh karena itu tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada kepala daerah otonom menurut asas desentralisasi ini merupakan salah satu yang membedakan antara asas desentralisasi dengan asas dekonsentrasi.  Menurut asas dekonsentrsai maka segala urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pejabatnya didaerah tetap menjadi tanggung jawab daerah pemerintah pusat yang meliputi:
a.       Kebijaksanaan
b.      Perencanaan
c.       Pelaksanaan
d.      Pembiayaan
e.       Perangkat pelaksanaan
Berbeda dengan asas desentralisasi yaitu pelaksanaan pemerintahan dilaksanakan oleh rumah tangga daerah otonom sepenuhnya, sehingga penyelengaraan berbagai urusan pemerinrtah pusat dilaksanakan oleh daerah sepenuhnya sebagai bentuk urusan rumah tangga daerah tersebut.
Adapun unsure pelaksanaanya adalah segala instansi vertical yang ada di daerah yang dikoordinir oleh kepala wilayah sebagai alat/aparat dekonsentrasi.  Dalam hak koordinasi ini, kepala wilayah tidak boleh membuat kebijakan(policy) sendiri, karena kebijaksanaan terhadap pelaksanaan urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat.  Pelaksanaan asas dekonsentrasi ini melahirkan pemerintahan local administrative.  Daerah administrative meliputi tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan.  Pemerintahan administrative diberi tugas atas wewenang menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan pusat yang ada didaerah.  Ditinjau dari wilayah pembagian Negara, asas dekonsentrasi adalah asas yang akan membagi wilayah Negara menjadi daerah-daerah pemerintahan local administrative.  Jadi asas dekonsentrasi dapat dilaksanakan jika terdapat organ bawahan yang secara organisator dan hirarkis berkedudukan sebagai bawahan secara langsung dapat dikomando dari atas.  Oleh karena itu dalam sistem ini tidak diperlukan adanya badan perwakilan rakyat daerah, yang menampung suatu rakyat daerah yang bersangkutan, sebab segala kebutuhannya, diurus oleh pemerintah pusat atau atasnya.
·        Asas tugas pembantuan
Tugas pembantu adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaanya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan .
Asas tugas pembantuan (madebewind) adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.  Istilah medebewind berasal dari kata mede berarti turut serta dan bewind berarti berkuasa, memerintah.  Medebewind ini disebut juga serta tantra atau tugas pembantuan.
Atas dasar dekonsentrasi mengingat terbatasnya kemampuan perangkat pemerintah pusat yang berada di daerah.  Dan juga ditinjau dari daya guna dan hasil guna, adalah kurang dapat dipertanggung jawabkan, apabila semua urusan pemerintah pusat didaerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya yang berada di daerah, karena itu membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar jumlahnya.  Lagi pula melihat sifatnya, berbagai urusan sulit untuk dilaksanakan dengan baik, tanpa ikut sertanya pemerintah daerah yang bersangkutan.  Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka undang-undang No 5 memberikan untuk dilaksanakannya berbagai urusan pemerintah didaerah berdasarkan asas medebewind(tugas pembantuan).
Daerah otonom dapat diserahi untuk menjalankan tugas-tugas pembantuan atau asas medebewind, tugas pembantuan atau medebewind dalam hal ini tugas pembantuan dalam pemerintahan, ialah tugas untuk ikut melaksanakan peraturan-peraturan perundangan, bukan saja yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetapi juga yang ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah local yang mengurus rumah tangganya sendiri tingkat atasnya.
Menurut Mr. Tresna, sebenarnya asas medebewind itu termasuk dalam asas desentralisasi dan menurutnya desentralisasi itu mempunyai dua wajah yaitu:
1.      Otonomi
2.      Medebewind atau disebut Zelfbestuur
Dengan pengertian otonomi adalah bebas bertindak, dan bukan diperintah dari atas, melainkan semata-mata atas kehendak dan inisiatif sendiri, guna kepentingan daerah itu sendiri.
Sedangakan pengertian medebewind atau tugas pembantuan adalah disebut sebagai wajah kedua dari desentralisasi adalah bahwa penyelenggara kepentingan atau urusan tersebut sebenarnya oleh pemerintah pusat tetapi daerah otonom diikutsertakan.  Pemberian urusan tugas pembantuan yang dimaksudkan disertai dengan pembiayaanya hal tersebut tercantum dalam pasal 12 Undang-Undang No.5 Tahun 1974.













BAB III

PENUTUP


Ø  Kesimpulan

            Istilah “hukum tata negara” merupakan hasil dari terjemahan dari perkataan bahasa Belanda ”staatsrecht”. Dimana sudah menjadi kesatuan pendapat diantara para sarjana hukum Belanda untuk memebedakan antara “hukum tata negara dalam arti luas” (staatsrecht in ruime zin) dan “hukum tata negara dalam arti sempit” (staatsrecht in enge zin).Dari pembedaan hukum tata negara dalam arti luas dan sempit tersebut, maka yang dikatakan “hukum tata negara dalam arti sempit” itulah yang dikatakan sebagai “hukum tata negara”.Sedangkan “hukum tata negara dalam arti luas” itu pada dasarnya digolongkan menjadi:
a.      Hukum tata negara dalam arti sempit (staatsrecht in enge zin) itu dipersonifikasikan sebagai “hukum tata negara”.
b.      Hukum tata usaha negara (administratief recht).

Hukum administrasi Negara dapat diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara hubungan antara warga Negara dengan pemerintahnya yang menjadi sebab sampai Negara itu berfungsi. Maksudnya, merupakan gabungan petugas secara structural berada dibawah pimpinan pemerintah yang melaksanakan tugas sebagai bagiannya, yaitu bagian dari pekerjaan yang tidak ditunjukkan kepada lembaga legislative, yudikatif, dan atau lembaga pemerintah daerah yang otonom.

Otonomi daerah menurt pasal 1 Ayat 5 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mendeskripsikan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.




Ø  DARTAR PUSTAKA


Kansil, Christine ST. Pemerintahan Daerah di Indonesia Hukum Administrasi Daerah. 2004. SinarGrafika: Jakarta.
Kansil, C. S. T. 1989. PengantarIlmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
Kansil.Christne. 2005. Modul Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. Pradnya Paramita
Najih, Muhammad. Soimin.2012. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Malang: Setara Press.
Kusnardi, Mohammad dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Jakarta: CV Sinar Bakti.



[1] Mokhammad Nadjid, Pengantar Hukum Indonesia, (Malang: Setara Press, 2012), hlm. 91
[2] Mokhammad Najih dan Soimin, Pengantar Hukum Indonesia (Malang: Setara Press, 2012), hlm 93-106

Tidak ada komentar:

Posting Komentar