Powered By Blogger

Kamis, 04 Desember 2014

Pleger, Doen Pleger, Uitlokker, Medepleger dan Medeplichtige

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahwasannya hokum pidana Hukum merupakan suatu pedoman yang mengatur pola hidup manusia yang memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan ketentraman hidup bagi masyarakat. Oleh karena itulah, hukum mengenal adanya adagium ibi societes ibi ius. Adagium ini muncul karena hukum ada karena adanya masyarakat dan hubungan antar individu dalam bermasyarakat. Hubungan antar individu dalam bermasyarakat merupakan suatu hal yang hakiki sesuai kodrat manusia yang tidak dapat hidup sendiri karena manusia adalah makhluk polis, makhluk yang bermasyarakat (zoon politicon). 
Semua hubungan tersebut diatur oleh hukum, semuanya adalah hubungan hukum (rechtsbetrekkingen). Maka untuk itulah dalam mengatur hubungan-hubungan hukum pada masyarakat diadakan suatu kodifikasi hukum yang mempunyai tujuan luhur yaitu menciptakan kepastian hukum dan mempertahankan nilai keadilan dari subtansi hukum tersebut. Sekalipun telah terkodifikasi, hukum tidaklah dapat statis karena hukum harus terus menyesuaikan diri dengan masyarakat, apalagi yang berkaitan dengan hukum publik karena bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak dan berlaku secara umum.

1.2  Rumusan Masalah

a.       Apakah maksud dari Pleger
b.      Bagaimanamaksud dari Doen Pleger
c.       Apakah maksud dari Medepleger
d.      Bagaimanakah maksud dari Uitlokker
e.       Apakah maksud dari Pembantu atau Medeplichtige

1.3 Tujuan Masalah

Untuk mengetahui apakah maksud dari bentuk-bentuk penyertaan

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Mereka Yang Melakukan (PLEGER)

[1]Adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik yaitu Orang yang bertanggung jawab (peradilan Indonesia). Orang yang mempunyai kekuasaan/kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang terlarang, tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung. (peradilan belanda).  Orang yang berkewajiban mengakhiri keadaan terlarang (pompe).  Kedudukan pleger dalam pasal 55 : Janggal karena pelaku bertanggungjawab atas perbuatannya (pelaku tunggal) Dapat dipahami : (pasal 55 menyebut siapa-siapa yang yang disebut sebagai pembuat, jadi pleger masuk didalamnya) (Hazewinkel Suringa).  Mereka yang bertanggungjawab adalah yang berkedudukan sebagai pembuat (Pompe).
Mereka yang termasuk golongan ini adalah pelaku tindak pidana yang melakukan perbuatannya sendiri, baik dengan alat maupun tidak memakai alat.  Dengan kata lain, pleger adalah mereka yang memenuhi seluruh unsure yang ada dalam suatu perumusan karakteristik delik pidana dalam setiap pasal.  Ada pembuat materil dan pembuat formil yang secara berbeda.

2.2 Mereka Yang Menyuruh Melakukan (DOEN PLEGEN)

Doen plegen merupakan salah satu bentuk pesertaan di antara empat bentuk lainnya, yaitu melakukan (plegen), membujuk melakukan (uitlokken), turut serta melakukan (medeplegen), dan membantu melakukan (medeplichtig zijn).  Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 55 (1) angka 1 KUHP, yang menyuruh melakukan suatu delik dipidana sebagai pembuat delik. Dalam doen plegen, pelaku langsung (materieele dader) tidak dapat dipidana misalnya karena dalam pengaruh daya paksa (Pasal 48 KUHP), menurut perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat 1 KUHP), menurut perintah jabatan yang tidak sah namun materieele dader dengan jujur mengira perintah tersebut sah (Pasal 51 ayat 2 KUHP), atau materieele dader mengalami penyakit/cacat perkembangan jiwa (Pasal 44 ayat 1 KUHP).
Untuk dapat dikategorikan sebagai doen plegen paling sedikit harus ada dua orang dimana salah seorang bertindak sebagai perantara.  Sebab doen plegen adalah seseorang yang ingin melakukan tindak pidana tetapi dia tidak melakukannya sendiri melainkan menggunakan atau menyuruh orang lain dengan catatan yang dipakai atau disuruh tidak bisa menolak atau menentang kehendak orang yang menyuruh melakukan.  Dalam posisi yang demikian, orang yang disuruh melakukan itu harus pula hanya sekedar menjadi alat (instrument) belaka, dan perbuatan itu sepenuhnya dikendalikan oleh orang yang menyuruh melakukan. Sesungguhnya yang benar-benar melakukan tindak pidana langsung adalah orang yang disuruh melakukan, tetapi yang bertanggung jawab adalah orang lain, yaitu orang yang menyuruh melakukan.  Hal ini disebabkan orang yang disuruh melakukan secara hokum tidak bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.  Orang yang disuruh mempunyai “dasar-dasar yang menghilangkan sifat pidana sebagaimana diatur dalam pasal 44, pasal 48, pasal 49, pasal 50 dan pasal 51 KUHPidana.
Termasuk juga ke dalam doen plegen, yaitu apabila pada materieele dader tidak ada salah satu unsur delik, melainkan unsur tersebut ada pada yang menyuruh. Unsur tersebut bisa mengenai a) keadaan-keadaan mengenai pribadi seseorang (persoonlijke omstandigheden) ataupun b) opzet (padahal unsur tersebut telah disyaratkan di dalam rumusan undang-undang mengenai delik tsb.)  Sebagai contoh keadaan a) adalah: Seorang pegawai negeri A menyuruh seseorang yang bukan pegawai negeri C meminta pembayaran kepada pegawai negeri lain B, seolah-olah B berhutang pada A, padahal tidak demikian halnya. Terhadap peristiwa ini, A terancam Pasal 425 angka 1 jo. Pasal 55 (1) angka 1 KUHP sebagai penyuruh.
Contoh keadaan b), misalnya: A menyuruh B untuk mengambil barang milik C. B mengira dengan jujur bahwa keinginan A untuk menguasai barang tersebut tidak melawan hukum. Dalam hal ini, B tidak memiliki opzet untuk menguasai barang itu secara melawan hukum, sedangkan A terancam Pasal 362 jo. Pasal 55 (1) angka 1 KUHP. Menyuruh melakukan (doen plegen).  Adalah seseorang yang memiliki kehendak sendiri untuk melakukan tindak pidana, tetapi dia tidak melaksanakannya sendiri tetapi menyuruh orang lain untuk melakukannya (bisa karena ancaman maupun penyesatan). Seseorang yang menyuruh tersebut diancam pidana sebagaimana seorang pelaku.
Van hammel berpendapat, perbuatan yang menyuruh melakukan itu adalah perbuatan pembuat. Menurut Momorie van Toelichting, unsur menyuruh melakukan adalah seseorang, yaitu manusia, yang dipakai sebagai alat. Dua sebab orang yang disuruh melakukan tidak dapat dihukum adalah:  Orang itu sama sekali tidak melakukan satu peristiwa pidana, atau perbuatan yang dilakukannya tidak dapat dikualifikasi sebagai peristiwa pidana.  Orang itu memang melakukan suatu peristiwa pidana tetapi ia tidak dapat dihukum karena alasan menghilangkan kesalahan, yaitu:  Perbuatan yang dilakukan oleh yang disuruh melakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena “kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal” (Ps. 44 KUHP) Yang disuruh melakukan perbuatan yang bersangkutan karena diancam / overmacht (Ps.48 KUHP).
Yang disuruh melakukan menjalankan “perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang tidak berhak” sedangkan “ia atas kepercayaannya memandang bahwa perintah itu seakan-akan diberikan oleh kuasa yang berhak dengan sah dan menjalankan perintah itu menjadi kewajibannya” (Ps.51 ayat (2) KUHP) Yang disuruh melakukan tidak bersalah sama sekali “tiada hukan dengan tiada kesalahan”  Yang disuruh melakukan belum dewasa (Ps.44 KUHP).
                    Ad.2. mereka yang menyuruh melakukan (pembuat penyuruh: doenpleger)
Unsur-unsur dari bentuk pembuat penyuruh, yaitu:
1. melakukan tindak pidana dengan perantaraan orang lain sebagai alat di dalam tangannya (yang ada dalam kekuasaannya)
2. orang lain itu berbuat:
a. tanpa kesengajaan (contoh mengedarkan uang palsu)
b. tanpa kealpaan (contoh menyiramkan air panas kepada pemulung)
c. tanpa tanggung jawab, oleh sebab keadaan:
1) yang tidak diketahuinya
2) karena disesatkan (kekeliruan/kesalahpahaman) (contoh mencuri koper yang bukan miliknya)
3) karena tunduk pada kekerasan (tuan rumah dilempar dan menimpa anak kecil hingga tewas)
                    orang yang disuruh melakukan itu tidak dapat dipidana, sebab-sebabnya:
1. orang yang disuruh melakukan tindak pidana, tetapi apa perbuatan yang dilakukannya tidak dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana.
Contoh:
a. seorang jururawat yang atas perintah dokter untuk memberikan obat minum yang mengandung racun kepada pasien yang menjadi musuh dokter, si perawat sama sekali tidak tahu bahwa obat minum tsb mengandung racun. (unsur sengaja tidak ada)
b. A. menyruh B menukarkan uang palsu, sedangkan B tidak tahu bahwa uang tersebuyt palsu. (unsur dengan maksud Pasal 245 tidak dipenuhi).
2. orang itu memang melakukan satu tindak pidana tetapi ia tidak dapat dipidana karena ada satu atau beberapa alasan yang menghilangkan kesalahan.
Contoh:
a. tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut Pasal 44 KUHP. Ex: A berniat membunuh B tetapi tidak berani melakukan sendiri, telah menyruh C (orang gila) untuk melemparkan granat tangan keada B, bila C betul2 telah melemparkan granat itu, sehingga B mati, maka C tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan yang dihukum sebagai pembunuh adalah A.
b. telah melakukan perbuatan itu karena terpaksa oleh kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan (overmacht) menurut Pasal 48 KUHP. Ex: A berniat membakar rumah B dan dengan menodong memakai pistol menyuruh C supaya membakar rumah itu. Jika C menurut membakar rumah itu ia tidak dapat dihukum karena dipaksa.
c. Telah melakukan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak sah menurut pasal 51 KUHP. Ex. Seorang perwira polisi mau membalas dendam pada seorang musuhnya dengan memasukkan orang itu ke dalam tahanan. Ia menyuruh B seorang bintara di bawah perintahnya supaya menangkap dan memasukkan tahanan orang tsb, dengan dikatakan bahwa orang tsb seoprang tersangka pencurian. Jika B melaksanakan suruhan tsb B tidak dapat dipidana karena ia menyangka bahwa perintah itu sah.
d. Telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama sekali. Ex: A berniat akan mencuri sepeda motor yang sedang diparkir di depan kantor pos. ia tidak berani melakukan sendiri akan tetapi ia menunggu di tempat agak jauh minta tolong kepada B untuk mengambil sepeda motor tsb dengan dikatakan bahwa itu adalah miliknya. Jika B memenuhi permintaan itu ia tidak dapat disalahkan melakukan pencurian, karena unsur sengaka tidak ada.

 

 

2.3  Mereka yang Turut Serta Melakukan ( Medepleger )

[2]Menurut Mvt Wvs Belanda di terangkan bahwa yang turut serta melakukan ialah setiap orang yang sengaja turut berbuat dalam melakukan suatu tindak pidana.
Ada 2 pandangan mengenai turut serta melakukan yaitu Pandangan yang sempit yang dianut leh Van Hamel dan Trapman yang berpendapat bahwa turt serta melakukan terjadi apabila pebuatan masing – masing peserta memuat semua unsur tindak pidana.Pandangan ini lebih condong pada ajaran objektif. Sedangkan pandangan yang kedua adalah pandangan luas mengenai pembuat peserta, tidak mensyaratkan bahwa perbuatan pelaku peserta harus sama dengan perbuatan seorang pembuat, peruatannya tidak perlu memenuhi semua rumusan tindak pidana, sudahlah cukup memenuhi sebagian saja dari rumusan tindak pidana, asalkan kesengajaannya sama dengan kesengajaan dari pembuat pelaksanaannya. Pandangan ini lebih mengarah pada ajaran subjektif.Pandangan luas ini adalah pandangan yang lebih modern daripada pandangan lama yang lebih sempit.
Hoge Raad dalam arrestnya ini telah meletakkan dua kriteria tentang adanya bentuk pembuat peserta, yaitu :
a.         Antara para peserta ada kerja sama yang di insyafi;
b.        Para peserta telah sama – sama melaksanakan tindak pidana yang dimaksudkan.
Jadi, perbedaan antara pembuat peserta dengan pembuat pelaksaana hanyalah dari sudut perbuatan (objektif), ialah perbuatan pembuat pelaksana itu adalah perbuatan penyelesaian tindak pidana. Artinya terwujud dan selesainya tindak pidana adalah oleh perbuatan pembuat pelaksana, dan bukan oleh perbuatan pembuat peserta. Dengan kata lain, perbuatan pembuat pelaksana adalah perbuatan pelaksanaan tindak pidana, sedangkan perbuatan pembuat peserta adalah sebagian dari perbuatan pelaksanaan tindak pidana. Terdapat perbedaan juga antara pembuat pelaksana dengan pembuat peserta, adalah dalam hal tindak pidana yang mensyaratkan subyek hukum atau pembuatnya harus berkualitas tertentu.
Medepleger (Turut Serta)
Orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan sesuatu yang dilarang menurut undang-undang
Turut mengerjakan sesuatu:
- mereka memenuhi semua rumusan delik
- Salah satu memenuhi semua rumusan delik
- Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik
Syarat
  1. Adanya kerjasama secara sadar (bewuste samenwerking)
  2. Adanya kerjasama secara fisik (gezamenlijke uitvoering/physieke samenwerking)
Kerjasama secara sadar :
  1. Adanya pengertian antara peserta atas suatu perbuatan yang dilakukan
  2. Untuk bekerjasama
  3. Ditujukan kepada hal yang dilarang oleh undang-undang
Kerjasama/pelaksanaan bersama secara fisik:
Kerjasama yang erat dan langsung atas suatu perbuatan yang langsung menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan.

 

2.4 Orang yang Sengaja Menganjurkan ( Uitlokker )

[3]Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan”. Terdapat beberapa unsur – unsur dari Uitlokker yaitu :
Unsur – unsur obyektif terdiri dari :
a.    Unsur perbuatan, ialah : menganjurkan orang lain melakukan perbuatan;
b.    Caranya, ialah :
            Dengan memberikan sesuatu
                Dengan menjanjikan sesuatu
                Dengan menyalahgunakan kekuasaan
                Dengan menyalahgunakan martabat
                Dengan kekerasan
                Dengan ancaman
                Dengan penyesatan
                Dengan memberi kesempatan
                Dengan memberikan sarana
·                Dengan memberikan kekurangan.
Terdapat 5 syarat dari seorang pembuat penganjur :
a.    Pertama, tentang kesengajaan si pembuat penganjur :
                Ditujukan pada digunakannya upaya – upaya penganjuran;
                Ditujukan pada mewujudkan perbuatan menganjurkan beserta akibatnya;
                Ditujukan pada orang lain untuk melakuakn perbuatan ( apa yang dianjurkan )
                Ditujukan pada orang lain yang mampu bertanggung jawab atau dapat dipidana.
b.    Kedua, dalam melakukan perbuatan menganjurkan harus menggunakan cara – cara menganjurkan sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 55 ayat 1 angka 2 tersebut.
c.    Ketiga, terbentuknya kehendak orang yang dianjurkan untuk melakukan tindak pidana sesuai dengan apa yang dianjurkan adalah disebabkan langsung oleh digunakannya upaya – upaya penganjuran oleh si pembuat penganjur.
d.   Keempat, orang yang dianjurkan telah melaksanakan tindak pidana sesuai dengan yang dianjurkan.
e.    Kelima, orang yang dianjurkan adalah orang yang memiliki kemampuan bertanggung jawab.
Terdapat syarat untuk adanya upaya menyalahgunakan kekuasaan yang dimaksud dalam hal penganjuran adalah :
a)    Pertama, bahwa upaya ini digunakan dalam hal yang hubungan atau dalam ruang lingkup tugas pekerjaan dari pemegang kekuasaan dan orang yang ada dibawah pengaruh kekuasaan.
b)   Kedua, bahwa hubungan kekuasaan itu harus ada pada saat dilakukannya upaya penganjuran dan pada saat pelaksanaan tindak pidana sesuai dengan apa yang dianjurkan.
Berikut adalah persamaan dan perbedaan antara bentuk pembuat penyuruh dengan pembuat penganjjur :
Persamaannya ialah :
a.    Pada kedua bentuk, baik pembuat penyuruh maupun pembuat penganjur tidak melakukan sendiri tindak pidana melainkan menggunakan atau melalui orang lain.
b.    Kesengajaan mereka dalam melakukan penganjuran maupun dalam menyuruh lakukan masisng – masing ditujukan pada penyelesaian tindak pidana dengan menggunakan orang lain.
Sedangkan perbedaannya ialah :
a.    Bahwa dalam melakukan penganjuran harus menggunakan cara – cara yang telah ditentukan dalam pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP. Pada bentuk menyuruh lakukan boleh menggunakan segala cara.
b.    Pada bentuk penganjuran, baik pembuat pengnjurnya maupun perbuat materiilnya dipertanggungjawabkan yang sama terhadap timbulnya tindak pidana, artinya sama – sama dipidana. Tetapi pada bentuk menyuruh lakukan yang dibebani tanggung jawab pidana dan dipidana hanyalah pembuat penyuruhnya saja.Sedangkan pembuat materiilnya tidak dapat di jatuhi pidana.

 

2.5   Pembantu atau Medeplichtige

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua) jenis, yaitu :
A.           Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan ini mirip dengan turut serta (medeplegen), namun perbedaannya terletak pada :[4]

1.    Pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu atau menunjang, sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan.
2.    Pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa diisyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuan atau berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri.
3.    Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana.
4.    Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi 1/(sepertiga), sedangkan turut serta dipidana sama.

B.            Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Kesempatanadalah memberikan peluang untuk seseseorang melakukan kejahatan. Saranaadalah memberikan alat yang digunakan untuk mempermudah kejahatan itu. Keteranganadalah menyampaikan ucapan-ucapan berupa [5]nasihat kepada orang lain untuk melakukan kejahatan. Contoh kesempatan, B berniat membunuh A. A dan B naik taksi bersama yang dikendarai oleh C. Pada saat di jalan B melaksanakan aksinya. C memberhentikan taksinya pada saat B membunuh A. Hal ini berarti C telah memberikan kesempatan kepada si B untuk melakukan tindak kejahatan. Contoh sarana,A berniat membunuh B. Terjadi kontak fisik, mereka bertengkar dan berkelahi. Pada saat itu, C datang memberikan pistol kepada A. A menggunakan pistol itu untuk menembak mati B. Dalam hal ini, C telah memberikan alat yakni berupa pistol kepada A untuk mempermudah dan memperlancar aksi A. Contoh keterangan, A berniat membunuh B. A tanya kepada C tempat tinggal B. C memberitahu A dimana B tinggal. Di sini C telah memberikan keterangan kepada si A dengan memberikan alamat tempat tinggal B. Bentuk-bentuk pembantuan pada saat sebelum kejahatan dilakukan, yaitu :

Ø Pembantuan aktif, dengan melakukan perbuatan aktif atau fisik. Contoh : pada kasus pemerkosaan, pembantu membantu memegang kedua kaki korban.
Ø Pembantuan pasif/non fisik, pembantuan dengan tidak melakukan perbuatan aktif. Contoh, kasus pembobolan atm, satpam setempat mengetahui hal tersebut dan diam saja.

Pembantuan dalam rumusan ini mirip dengan penganjuran (uitlokking). Perbedaannya pada niat atau kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada sejak semula atau tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur.

Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku, pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1) KUHP). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun. Namun ada beberapa catatan pengecualian :
1. Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana :
1)   Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4) KUHP) dengan cara memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan,
2)   Membantu menggelapkan uang atau surat oleh pejabat (Pasal 415 KUHP),
3)   Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417 KUHP).
2. Pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu dalam hal melakukan tindak
pidana :
1)   Membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 ayat (3) KUHP).
2)   Dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349 KUHP).
Pidanan tambahan bagi pembantu adalah sama dengan kejahatannya sendiri (pasal 57 ayat3). Pertanggung jawaban pembantu adalah berdiri sendiri, tidak digantungkan pada pertanggung jawaban pembuat. 

R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “orang yang turut melakukan” (medepleger) dalam Pasal 55 KUHP. Menurut R. Soesilo, “turut melakukan” dalam arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Di sini diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa tindak pidana itu. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk “medepleger” akan tetapi dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige) dalam Pasal 56 KUHP.
Sedangkan mengenai Pasal 56 KUHP, R. Soesilo menjelaskan bahwa orang “membantu melakukan” jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum (jadi tidak sesudahnya) kejahatan itu dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang tersebut melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” melanggar Pasal 480 KUHP, atau peristiwa pidana yang tersebut dalam Pasal 221 KUHP.
Dalam penjelasan Pasal 56 KUHP ini dikatakan bahwa elemen “sengaja” harus ada, sehingga orang yang secara kebetulan dengan tidak mengetahui telah memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu tidak dihukum. “Niat” untuk melakukan kejahatan itu harus timbul dari orang yang diberi bantuan, kesempatan, daya upaya atau keterangan itu. Jika niatnya itu timbul dari orang yang memberi bantuan sendiri, maka orang itu bersalah berbuat “membujuk melakukan” (uitlokking).
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 123), mengutip pendapat Hazewinkel-Suringa, Hoge RaadBelanda yang mengemukakan dua syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana, yaitu: Kesatu, kerja sama yang disadari antara para turut pelaku, yang merupakan suatu kehendak bersama di antara mereka; Kedua, mereka harus bersama-sama melaksanakan kehendak itu.
Lebih lanjut, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H.(Ibid, hal. 126-127), sebagaimana kami sarikan, menjelaskan mengenai perbedaan antara “turut melakukan” dan “membantu melakukan”. Menurutnya, berdasarkan teori subjektivitas, ada 2 (dua) ukuran yang dipergunakan: Ukuran kesatu adalah mengenai wujud kesengajaan yang ada pada di pelaku, sedangkan ukuran kedua adalah mengenai kepentingan dan tujuan dari pelaku.
Ukuran kesengajaan dapat berupa; (1) soal kehendak si pelaku untuk benar-benar turut melakukan tindak pidana, atau hanya untuk memberikan bantuan, atau (2) soal kehendak si pelaku untuk benar-benar mencapai akibat yang merupakan unsur dari tindak pidana, atau hanya turut berbuat atau membantu apabila pelaku utama menghendakinya.
Sedangkan, ukuran mengenai kepentingan atau tujuan yang sama yaitu apabila si pelaku ada kepentingan sendiri atau tujuan sendiri, atau hanya membantu untuk memenuhi kepentingan atau untuk mencapai tujuan dari pelaku utama.

BAB III

PENUTUP


KESIMPULAN

            Bahwasanya bentuk-bentuk penyertaan terdiri dari pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker bahwa semuannya berbeda dalam setiap tindak pidanannya, tidak ada yang sama.  Dan juga sudah jelas dijelaskan dalam pasal 55 dan 56, pasal 55 mengenai golongan yang disebut dengan medader(disebut para peserta, atau para pembuat), dan pasal 56 mengenai medeplichtige (pembuat pembantu).  Maka untuk itulah dalam mengatur hubungan-hubungan hukum pada masyarakat diadakan suatu kodifikasi hukum yang mempunyai tujuan luhur yaitu menciptakan kepastian hukum dan mempertahankan nilai keadilan dari subtansi hukum tersebut.
            Perluasan kedua perihal dapatnya dipidana terjadi oleh bentuk penyertaan.  Untuk hal ini juga berlaku kendati tidak terpenuhinnya semua unsure perumusan delik, kadang-kadang dapat juga dijatuhkan pidana.  Sifat ini yang pada hakikatnya melanggar pasal 1 ayat 1 KUHP terdapat, baik pada percobaan maupun pada penyertaan.  Oleh sebab itu, baik percobaan maupun penyertaan perbuatan pidana tersebut.  Namun, perbedaan diantara keduanya terletak dalam hal-hal tersebut.











 

DAFTAR PUSTAKA


DRS. Chazawi Adami, S.H.  2005. Pelajaran Hokum Pidana, PT Raja Grafindo, Jakarta
DRS. Chazawi Adami, S.H.  2002. Pelajaran Hokum Pidana, PT Raja Grafindo, Jakarta
Prof. Dr.D.Schaffmeister. 2007 Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia.
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama.



[1] DRS. Chazawi Adami, S.H.  Pelajaran Hokum Pidana, Jakarta, PT Raja Grafindo,2005, hal 80

[2] DRS. Chazawi Adami, S.H.  Pelajaran Hokum Pidana, Jakarta, PT Raja Grafindo,2002, hal 78

[3] Prof. Dr.D.Schaffmeister. Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2007, hal 245

[4]Moeljatno, Hukum Pidana Delik-delik Penyertaan, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), h. 128 .
[5] R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia.

2 komentar:

  1. http://indonesiatanahpusaka.blogspot.co.id/2012/07/pembantu-atau-medeplichtige.html

    BalasHapus
  2. Did you hear there's a 12 word phrase you can communicate to your partner... that will trigger intense feelings of love and impulsive appeal for you deep within his heart?

    Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, worship and guard you with all his heart...

    12 Words Who Trigger A Man's Desire Instinct

    This instinct is so built-in to a man's genetics that it will drive him to work harder than before to make your relationship the best part of both of your lives.

    Matter-of-fact, triggering this powerful instinct is so important to having the best ever relationship with your man that the instance you send your man a "Secret Signal"...

    ...You'll immediately notice him open his heart and soul for you in a way he's never experienced before and he'll recognize you as the only woman in the world who has ever truly tempted him.

    BalasHapus